BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Agama Islam
bertugas mendidik dzahir manusia, mensucikan jiwa manusia, dan membebaskan diri
manusia dari hawa nafsu. Dengan ibadah yang tulus ikhlas dan aqidah yang murni
sesuai kehendak Allah, insya Allah kita akan menjadi orang yang beruntung. Ibadah
dalam agama Islam banyak macamnya seperti puasa, zakat, haji dan lain-lain.
Puasa adalah menahan diri dari perkara yang membatalkan puasa mulai terbit
fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat tertentu. Zakat adalah mengeluarkan sebagian harta tertetu kemudian
diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat. Ibadah haji adalah ibadah yang baik karena tidak hanya menahan
hawa nafsu dan menggunakan tenaga dalam mengerjakannya, namun juga semangat dan
harta.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam mengerjakan puasa, zakat dan haji pasti mengalami
berbagai rintangan dan cobaan, Allah menguji kesabaran umatnya sejauh mana mampu menjalankan perintah-Nya.
Untuk memperdalam pengetahuan akan diberi penjelasan secara
singkat mengenai pengertian puasa, zakat, dan haji dan hikmahnya.
1.3 Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memperdalam materi tentang puasa, zakat,haji. Dan memenuhi tugas dari dosen Pendidikan
Agama yaitu Bapak Wahidul Kahhar, S.Ag, MA.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Puasa
Secara bahasa (etimologi) berarti :
menahan. Menurut istilah syara’
(terminologi) berarti menahan diri dari perkara yang membatalkan puasa mulai
terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat tertentu.
Dasar wajib puasa:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa, (Al-Baqoroh
183)
Puasa diwajibkan pada bulan Sya’ban tahun kedua hijriyyah.
2.1.1 Syarat Sah Puasa
1. Islam
2. Berakal
3. Bersih dari haid dan nifas
4. Mengetahui waktu diperbolehkan untuk berpuasa.
Berarti tidak sah puasa orang kafir, orang gila walaupun sebentar, perempuan
haid atau nifas dan puasa di waktu yang diharamkan berpuasa, seperti hari raya
atau hari tasyriq.
Adapun perempuan yang terputus haid atau nifasnya sebelum fajar maka puasanya
tetap sah dengan syarat telah niat, sekalipun belum mandi sampai pagi.
2.1.2 Syarat Wajib Puasa
1. Islam
Puasa tidak wajib bagi orang kafir dalam hukum dunia, namun di akhirat mereka
tetap dituntut dan diadzab karena meninggalkan puasa selain diadzab karena
kekafirannya.
Sedangkan orang murtad tetap wajib puasa dan mengqodho’ kewajiban-kewajiban
yang ditinggalkannya selama murtad.
2. Mukallaf (baligh dan berakal).
Anak yang belum baligh atau orang gila tidak wajib puasa, namun orang tua wajib
menyuruh anaknya berpuasa pada usia 7 tahun jika telah mampu dan wajib
memukulnya jika meninggalkan puasa pada usia 10 tahun.
3. Mampu mengerjakan puasa (bukan orang lansia atau orang sakit).
Lansia yang tidak mampu berpuasa atau orang sakit yang tidak ada harapan untuk
sembuh menurut medis wajib mengganti puasanya dengan membayar fidyah yaitu satu
mud (7,5 ons) makanan pokok untuk setiap harinya.
4. Mukim (bukan musafir sejauh ± 82 km dan keluar dari batas daerahnya sebelum
fajar).
2.1.3 Rukun-Rukun Puasa
1. Niat,
Niat untuk puasa wajib, mulai terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar di
setiap harinya. Sedangkan niat untuk puasa sunnah, sampai tergelincirnya
matahari (waktu duhur) dengan syarat:
a. diniatkan sebelum masuk waktu dhuhur
b. tidak mengerjakan hal-hal yang membatalkan puasa seperti makan, minum dan
lain-lain sebelum niat.
Niat puasa Ramadhan yang sempurna:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ اَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَان هذِهِ السَّنَة ِللهِ تَعَالَى
Saya niat mengerjakan kewajiban puasa bulan Ramadhan esok hari pada tahun ini
karena Allah SWT.
1. Menghindari perkara yang membatalkan puasa. Kecuali jika lupa atau dipaksa
atau karena kebodohan yang ditolerir oleh syari’at (jahil ma’dzur).
Jahil ma’dzur/kebodohan yang ditolerir syariat ada dua:
a. hidup jauh dari ulama’.
b. baru masuk islam.
2.1.4 Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa
1. Masuknya sesuatu ke dalam rongga terbuka yang tembus ke bagian dalam tubuh
seperti mulut, hidung, telinga dan lain-lain jika ada unsur kesengajaan,
mengetahui keharamannya dan atas kehendak sendiri. Namun jika dalam keadaan
lupa, tidak mengetahui keharamannya karena bodoh yang ditolerir atau dipaksa,
maka puasanya tetap sah.
1. Murtad, sekalipun masuk islam seketika.
2. Haid, nifas dan melahirkan sekalipun sebentar.
3. Gila meskipun sebentar.
4. Pingsan dan mabuk sehari penuh. Jika masih ada kesadaran sekalipun sebentar,
tetap sah.
5. Bersetubuh dengan sengaja dan mengetahui keharamannya.
6. Mengeluarkan mani dengan sengaja, seperti dengan tangan atau dengan
menyentuh istrinya tanpa penghalang.
7. Muntah dengan sengaja.
Masalah masalah yang berkaitan dengan puasa:
1. Apabila seseorang berhubungan dengan istrinya pada siang hari Ramadhan
dengan sengaja, tanpa terpaksa dan mengetahui keharamannya maka puasanya batal,
berdosa, wajib menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sampai maghrib
dan wajib mengqodhoi puasa serta wajib membayar kaffaroh <denda> yaitu:
- membebaskan budak perempuan yang islam
- jika tidak mampu, wajib berpuasa dua bulan berturut turut,
- jika tidak mampu maka wajib memberi makanan pada 60 orang miskin
masing-masing berupa 1 mud (7,5 ons) dari makanan pokok. Denda ini wajib
dikeluarkan hanya bagi laki laki.
2. Hukum menelan dahak :
* Jika telah mencapai batas luar tenggorokan, maka haram menelan dan
membatalkan puasa.
* Jika masih di batas dalam tenggorokan, maka boleh dan tidak membatalkan
puasa.
Yang dimaksud batas luar menurut pendapat Imam Nawawi (mu’tamad) adalah makhroj
huruf kha’ (ح), dan dibawahnya adalah batas dalam. Sedangkan menurut sebagian
ulama’ batas luar adalah makhroj huruf kho’(خ), dan di bawahnya adalah batas
dalam.
3. Menelan ludah tidak membatalkan puasa dengan syarat:
- Murni (tidak tercampur benda lain)
- Suci
- Berasal dari sumbernya yaitu lidah dan mulut, sedangkan menelan ludah yang
berada pada bibir luar membatalkan puasa karena sudah di luar mulut.
4. Hukum masuknya air mandi ke dalam rongga dengan tanpa sengaja:
- Jika sebab mandi sunnah seperti mandi untuk sholat jum’at atau mandi wajib
seperti mandi janabat maka tidak membatalkan puasa kecuali jika sengaja atau
menyelam.
- Jika bukan mandi sunnah atau wajib seperti mandi untuk membersihkan badan
maka puasanya batal baik disengaja atau tidak.
5. Hukum air kumur yang tertelan tanpa sengaja:
* Jika berkumur untuk kesunnahan seperti dalam wudhu’ tidak membatalkan puasa
asalkan tidak terlalu ke dalam (mubalaghoh)
* Jika berkumur biasa, bukan untuk kesunnahan maka puasanya batal secara
mutlak, baik terlalu ke dalam (mubalaghoh) atau tidak.
6. Orang yang muntah atau mulutnya berdarah wajib berkumur dengan mubalaghoh
(membersihkan hingga ke pangkal tenggorokan) agar semua bagian mulutnya suci.
Apabila ia menelan ludah tanpa mensucikan mulutnya terlebih dahulu maka
puasanya batal sekalipun ludahnya nampak bersih.
7. Orang yang sengaja membatalkan puasanya atau tidak berniat di malam hari,
wajib menahan diri di siang hari Ramadhan dari perkara yang membatalkan puasa
(seperti orang puasa) sampai maghrib dan setelah Ramadhan wajib mengqodhoi
puasanya.
8. Berbagai konsekuensi bagi orang yang tidak berpuasa atau membatalkan puasa
Ramadhan:
1. Wajib qodho’ dan membayar denda :
* Jika membatalkan puasa demi orang lain. Seperti perempuan mengandung dan
menyusui yang tidak puasa karena kuatir pada kesehatan anaknya saja.
* Mengakhirkan qodho’ hingga datang Ramadhan lagi tanpa ada udzur.
2. Wajib qodho’ tanpa denda.
Berlaku bagi orang yang tidak berniat puasa di malam hari, orang yang
membatalkan puasanya dengan selain jima’ (bersetubuh) dan perempuan hamil atau
menyusui yang tidak puasa karena kuatir pada kesehatan dirinya saja atau
kesehatan dirinya dan anaknya.
3. Wajib denda tanpa qodho’.
Berlaku bagi orang lanjut usia dan orang sakit yang tidak punya harapan sembuh,
jika keduanya tidak mampu berpuasa.
4. Tidak wajib qodho’ dan tidak wajib denda.
Berlaku bagi orang yang gila tanpa disengaja.
Yang dimaksud denda di sini adalah 1 mud (7,5 ons) makanan pokok daerah
setempat untuk setiap harinya.
Hal-hal yang disunnahkan dalam puasa Ramadhan:
1. Menyegerakan berbuka puasa.
2. Sahur, sekalipun dengan seteguk air.
3. Mengakhirkan sahur, dimulai dari tengah malam.
4. Berbuka dengan kurma. Disunnahkan dengan bilangan ganjil. Bila tak ada
kurma, maka air zam-zam. Bila tak ada, cukup dengan air putih. Bila tak ada,
dengan apa saja yang berasa manis alami. Bila tak ada juga, berbuka dengan
makanan atau minuman yang diberi pemanis.
5. Membaca doa berbuka yaitu:
اَللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلىَ رِزْقِكَ اَفْطَرْتُ ذَهَبَ الظَّمَأُ
وَابْتَلَّتِ اْلعُرُوقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ اِنْ شَاءَ اللهُ .اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي
أَعَانَنِي فَصُمْتُ وَرَزَقَنِي فَأَفْطَرْتُ اَللّهُمَّ اِنِّي أَسْأَلُكَ بِرَحْمَتِكَ
الَّتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ اَنْ تَغْفِرَ لِي .
6. Memberi makanan berbuka kepada orang berpuasa.
7. Mandi janabat sebelum terbitnya fajar bagi orang yang junub di malam hari.
8. Mandi setiap malam di bulan Ramadhan
9. Menekuni sholat tarawih dan witir.
10. Memperbanyak bacaan Al Quran dengan berusaha memahami artinya.
11. Memperbanyak amalan sunnah dan amal sholeh.
12. Meninggalkan caci maki.
13. Berusaha makan dari yang halal
14. Bersungguh-sungguh di sepuluh hari terakhir, dan lain-lain
Hal-hal yang dimakruhkan dalam puasa Ramadhan:
1. Mencicipi makanan.
2. Bekam <mengeluarkan darah>.
3. Banyak tidur dan terlalu kenyang.
4. Mandi dengan menyelam.
5. Memakai siwak setelah masuk waktu duhur.
Hal hal yang membatalkan pahala puasa:
1. Ghibah (gosip)
2. Adu domba
3. Berbohong
4. Memandang dengan syahwat
5. Sumpah palsu.
6. Berkata jorok atau jelek
Rasulullah SAW bersabda :
خمس يفطّرن الصائم الكذب والغيبة والنميمة واليمين الكاذبة والنظر بشهوة
“ Lima perkara yang membatalkan (pahala) puasa : berbohong, ghibah, adu domba,
sumpah palsu dan melihat dengan syahwat “ (H.R. Anas)
2.1.5 Puasa Dalam Al-Qur'an
Allah berfirman dalam Al-Quran:
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibakan atas kamu berpuasa,
sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.
(Yaitu) dalam beberapa hari tertentu. Maka barang siapa diantara kamu ada yang
sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi
orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar
fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barang siapa dengan kerelaan
hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Beberapa hari yang di tentukan itu
ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya di turunkan (permulaan) Al-Quran
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di
antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang di tinggalkannya
itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu, dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaknya kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang di berikan kepadamu,
supaya kamu bersyukur. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang
Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku (Allah) dekat. Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdo'a, apabila ia memohon do'a kepada-Ku, maka hendaklah mereka
itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar
mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS. Al-Baqarah: 183-187)
Dalam ayat tersebut kita dapat melihat dengan jelas bahwa puasa telah
diwajibkan kepada umat Islam sebagaimana telah diwajibkan kepada pemeluk
ajaran-ajaran terdahulu dan umat-umat sebelum Islam. Ayat-ayat di atas juga
menjelaskan hasil yang akan diraih dari pelaksanaan ibadah ini serta hikmah
yang terkandung di dalamnya.
2.1.6 Hikmah Puasa
- menahan hawa nafsu
- mengurangi
syahwat
- memberikan
pelajaran bagi si kaya untuk merasakan lapar sehingga menumbuhkan rasa
kasih sayang kepada fakir miskin
- menjaga
dari maksiat
2.2 Pengertian Zakat
Kata zakat berasal dari bahasa arab
"zakaah" yang artinya menurut bahasa tumbuh atau suci. Pengertian
zakat menurut syara' ialah kegiatan mengeluarkan sebagian harta tertetu
kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat
"Dirikanlah sembahyang dan
tunaikanlah zakat!" (QS. An-Nisaa : 77).
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. At-Taubah : 103).
Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Khattab ra. Berkata, Aku
pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Islam dibangun atas lima perkara :
persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad Rasul Allah, mendirikan
shalat, mengeluarkan zakat, melaksanakan ibadah haji, berpuasa di bulan
Ramadhan.” (HR. Bukhori dan Muslim).
Zakat terbagi menjadi dua macam, yaitu zakat fithrah dan zakat mal.
2.2.1 Zakat Fithrah
Menurut bahasa, zakat fithrah artinya zakat yang dikeluarkan pada
hari raya Idul fithri, sedangkan pengertian menurut syari'at Islam adalah zakat
yang diwajibkan bagi setiap muslim, laki-laki maupun perempuan, besar maupun
kecil, yang memiliki kelebihan bagi keperluan dirinya dan keluarganya di hari
raya Idul Fithri.
Dalam sebuah hadits
dinyatakan sebagai berikut :
"Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fithrah untuk
membersihkan diri orang-orang yang berpuasa dari perbuatan yang tidak berguna
dan pada perkataan yang kotor serta untuk memberi makan kepada orang-orang
miskin." (HR. Abu Dawud).
2.2.2 Syarat Wajib Zakat Fithrah
Zakat fithrah wajib dilaksanakan bagi orang-orang yang memenuhi syarat-syarat
sbb :
- Islam.
Orang tersebut ada
(hidup) pada waktu terbenam matahari pada malam Idul Fithri. Dengan demikian
orang yang meninggal sebelum terbenam matahari pada malam Idul Fithri ia tidak
wajib membayar zakat fithrah, demikian juga anak yang lahir sesudah terbenam
matahari tidak wajib dibayarkan zakat fithrahnya. Orang yang menikah sesudah
terbenam matahari pada malam Idul Fithri juga tidak wajib membayarkan zakat
fithrah bagi istrinya.
- Orang itu mempunyai kelebihan makan baik untuk dirinya
maupun keluarganya pada malam hari raya dan siang harinya. Rasulullah SAW
bersabda :
Ketika Rasulullah SAW mengutus Muadz ke Yaman, beliau bersabda : "Beritahukanlah kepada mereka (penduduk Yaman),
sesungguhnya Allah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari
orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang yang fakir di hadapan
mereka." (HR. Jama'ah ahli hadits).
- Adapun harta yang ada pada seseorang pada malam Idul
Fithri untuk keperluan sehari-hari seperti meja, kursi, pakaian dan
sebagainya tidak perlu dijual untuk membayar zakat fithrah. Orang yang
memenuhi syarat untuk membayar zakat fithrah ia wajib membayarnya untuk
dirinya dan semua anggota keluarganya yang menjadi tanggungannya.
2.2.3 Waktu Membayar Zakat Fithrah
Zakat fithrah ini boleh dibayarkan sejak awal bulan Ramadhan secara ta'jil
(sengan lebih cepat) sampai dengan hari idul Fithri sebelum shalat. Berikut ini
akan dikemukakan beberapa waktu pembayaran zakat fithrah :
- Waktu yang diperbolehkan yaitu mulai dari awal bulan
Ramadhan sampai penghabisan bulan Ramadhan.
- Waktu wajib, yaitu semenjak terbenam matahari pada
akhir bulan Ramadhan.
- Waktu yang afdhal, yaitu waktu sesudah shalat shubuh
dan sebelum shalat Idul Fithri.
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata : Rasulullah SAW telah mewajibkan
zakat fithrah untuk membersihkan orang-orang yang berpuasa dan untuk memberi
makan orang-orang miskin. Siapa yang melaksanakannya (mengeluarkan zakat
fithrah) sebelum shalat hari raya maka yang demikian itu termasuk zakat yang
diterima, dan siapa yang mengeluarkannya sesudah shalat hari raya maka yang
demikian itu termasuk sedekah biasa." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
2.2.4 Mustahiq Zakat Fithrah
Mustahiq zakat fithrah artinya orang-orang yang berhak menerima zakat fithrah.
Orang-orang yang berhak menerima zakat fithrah menurut pendapat yang kuat
adalah golongan fakir miskin. Hal ini sesuai dengan hadits Rasullullah SAW,
yaitu :
"Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fithrah untuk membersihkan diri
orang-orang yang berpuasa dari perbuatan yang tidak berguna dan pada perkataan
yang kotor serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin." (HR. Abu
Dawud).
Cara membayar zakat, baik zakat fithrah maupun zakat harta boleh secara langsung
kepada mustahiqnya, atau kalau di suatu tempat itu ada panitia penerimaan dan
penyaluran zakat, lebih baik pembayaran zakat itu melalui panitia.
Harta yang dikeluarkan untuk zakat fithrah adalah makanan pokok yang berlalu di
negara/daerah di mana wajiba zakat tinggal, bisa berupa beras, gandum, sagu,
jagung dan lain-lain. Menurut suatu pendapat, zakat fithrah boleh dibayarkan
dengan berupa uang yang telah ditetapkan.
Dari Ibnu Umar ra, ia berkata : Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fithrah
pada bulan Ramadhan, sebanyak satu sha' kurma atau gandum atas tiap-tiap orang
muslim merdeka atau hamba sahaya, baik laki-laki maupun perempuan." (HR.
Al-Bukhari dan Muslim).
Ukuran jumlah yang dibayarkan zakat fithrah sebanyak satu sha'
sama dengan 3,5 liter (2,5 kg) beras.
2.2.5 Zakat Harta (Zakat Maal)
Zakat harta ialah kegiatan mengeluarkan sebagian
harta kekayaan berupa binatang ternak, hasil tanaman (buah-buahan), emas dan
perak, harta perdagangan dan kekayaann lain yang diberikan kepada yang berhak
menerimanya dengan beberapa syarat tertentu.
Syarat wajib zakat harta adalah
sebagai berikut :
- Islam
- Baligh
- Berakal
- Merdeka
- Milik sendiri
- Mencukupi satu nishab sesuai dengan jenis yang akan
dikeluarkan zakatnya.
- Telah mencukupi satu haul (satu tahun) kecuali untuk
buah-buahan (pertanian), atau harta temuan, tidak harus menunggu satu
haun, dan untuk bintang ternak yang wajib dizakati ialah yang digembalakan
di padang rumput.
2.2.6 Mustahiq Zakat Maal
Mustahiq zakat harta adalah orang-orang yang berjak menerima zakat harta,
terdiri dari delapan ashnaf (golongan). Sebagaimana firman Allah SWT :
"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan
Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan
yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana."
- Orang fakir, yaitu orang yang tidak ada harta untuk
keperluan hidup sehari-hari dan tidak mampu untuk bekerja dan berusaha.
- Orang miskin, yaitu orang yang penghasilan
sehari-harinya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya.
- 'Amil, yaitu orang-orang yang bertugas mengumpulkan dan
membagi-bagikan zakat kepada orang yang berhak menerimaknya. 'Amil dapap
disebut juga panitia.
- Muallaf, yaitu orang yang beru masuk Islam dan imannya
masih lemah.
- Hamba sahaya (budak), yaitu orang yang belum merdeka.
- Gharim, yaitu orang yang mempunyai banyak hutang
sedangkan ia tidak mampu untuk membayarnya.
- Sabilillah, yaitu orang-orang yang berjuang di jalan
Allah.
- Ibnu Sabil, yaitu orang yang sedang dalam perjalanan
(musafir) seperti dalam berdakwah dan menutut ilmu.
2.2.7 Hikmah Zakat
- Sebagai ungkapan syukur dan terimakasih kepada Allah SWT
yang telah memberikan bermacam-macam kenikmatan antara lain berupa
kekayaan.
- Dengan zakat, orang yang tidak mampu akan tertolong
sehingga mereka dapat melakukan kewajiban-kewajibanya.
- Zakat mengandung pendidikan untuk menjauhkan diri dari
sifat kikir dan ssifat-sifat lain yang tercela.
- Zakat dapat menciptakan hubungan kasih sayang dan
saling mencintai antara orang kaya dan orang miskin dan juga dapat
menghilangkan kecemburuan yang mungkin akan menimbulkan kejahatan.
2.3. Pengertian Ibadah Haji
Kata Haji berasal
dari bahasa arab dan mempunyai arti secara bahasa dan istilah.Haji menurut
lughah atau arti bahasa (etimologi) yang barasal dari bahasa Arab yaitu
“al-qashdu” atau “menyengaja”. Sedangkan arti haji dilihat dari segi istilah
(terminology) berarti bersengaja mendatangi Baitullah (ka’bah) untuk melakukan
beberapa amal ibadah dengan tata cara yang tertentu ,seperti thawaf, sa’i, wuquf dan ibadah-ibadah lainnya untuk
memenuhi perintah Allah SWT dan dilaksanakan pada
waktu tertentu pula, menurut syarat-syarat yang ditentukan oleh syara’,
semata-mata mencari ridho Allah.
Setiap jama’ah haji bebas untuk memilih jenis ibadah haji
yang ingin dilaksanakannya. Berikut adalah jenis dan pengertian haji yang
dimaksud:
1.
Haji ifrad, berarti
menyendiri. Pelaksanaan ibadah haji disebut ifrad bila seseorang bermaksud
menyendirikan, baik menyendirikan haji maupunmenyendirikan umrah. Dalam hal
ini, yang didahulukan adalah ibadah haji.Artinya, ketika mengenakan pakaian
ihram di miqat-nya, orang tersebutberniat melaksanakan ibadah haji dahulu.
Apabila ibadah haji sudah selesai,maka orang tersebut mengenakan ihram kembali
untuk melaksanakanumrah.
2.
Haji tamattu’,
mempunyai arti bersenang-senang atau bersantai-santaidengan melakukan umrah
terlebih dahulu di bulan-bulah haji, lain bertahallul.Kemudian mengenakan
pakaian ihram lagi untuk melaksanakan ibadah haji,ditahun yang sama. Tamattu’
dapat juga berarti melaksanakan ibadahdidalam bulan-bulan serta didalam tahun
yang sama, tanpa terlebih dahulu pulang ke negeri asal.
3.
Haji qiran, mengandung
arti menggabungkan, menyatukan ataumenyekaliguskan. Yang dimaksud disini adalah
menyatukan atau menyekaliguskan berihram untuk melaksanakan ibadah haji dan
umrah. Haji qiran dilakukan dengan tetap berpakaian ihram sejak miqat makani danmelaksanakan
semua rukun dan wajib haji sampai selesai, meskipunmungkin akan memakan waktu
lama. Menurut Abu Hanifah, melaksanakanhaji qiran, berarti melakukan dua thawaf
dan dua sa’i.
2.3.1 Hukum Ibadah Haji
Hukum Ibadah Haji
asal hukumnya adalah wajib ‘ain bagi
yang mampu. Melaksanakan haji wajib, yaitu karena memenuhi rukun Islam dan
apabila kita “nazar” yaitu seorang yang bernazar untuk haji, maka wajib
melaksanakannya. Kemudian untuk haji sunat, yaitu dikerjakan pada kesempatan
selanjutnya, setelah pernah menunaikan haji wajib.
Haji merupakan rukun Islam yang ke lima, diwajibkan kepada
setiap muslim yang mampu untuk mengerjakan. jumhur Ulama sepakat bahwa
mula-mulanya disyari’atkan ibadah haji tersebut pada tahun ke enam Hijrah,
tetapi ada juga yang mengatakan tahun ke sembilan hijrah.
Berikut adalah dalil perintah ibadah Haji dalam Alqur,an
dan Hadist. Dalam Alqur’an, Allah berfirman dalam Surat Ali Imran ayat 97,
yaitu :
Artinya : “Padanya terdapat
tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim. barangsiapa memasukinya
(Baitullah itu) menjadi amanlah dia. Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia
terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke
Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (QS. Ali Imran : 97).
Nabi bersabda di dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh
imam Ahmad yang artinya sebagai berikut :
“Dari ibnu Abbas, telah berkata Nabi SAW : Hendaklah
kamu bersegera mengerjakan haji, maka sesungguhnya seseorang tidak tidak akan
menyadari, sesuatu halangan yang akan merintanginya”. (H.R.
Ahmad)
Ini bermakna, setiap orang hanya diwajibkan mengerjakan
ibadah haji satu kali saja dalam seumur hidupnya, tetapi tidak ada larangan
untuk mengerjakan lebih dari satu kali.
2.3.2 Syarat
Ibadah Haji
1.
Islam
2.
Baligh
3.
Berakal
4.
Merdeka
5.
Kuasa (mampu)
2.3.3 Rukun Haji
1.
Ihram; yaitu
disertai dengan niat ibadah haji dengan memakai pakaian ihram.
Pakaian ihram untuk pria terdiri dari dua helai kain putih yang tak terjahit
dan tidak bersambung semacam sarung. Dipakai satu helai untuk selendang panjang
serta satu helai lainnya untuk kain panjang yang dililitkan sebagai penutup
aurat. Sedangkan pakaian ihram untuk kaum wanita adalah berpakaian yang menutup
aurat seperti halnya pakaian biasa (pakaian berjahit) dengan muka dan telapak
tangan tetap terbuka.
2.
Wukuf di arafah pada
tanggal 9 Dzulhijjah; yaitu menetap di Arafah, setelah condongnya
matahari (kea rah Barat) jatuh pada hari ke-9 bulan dzulhijjah sampai terbit
fajar pada hari penyembelihan kurban yakni tanggal 10 dzulhijjah..
3.
Thawaf; yaitu
mengelilingi ka’bah sebayak tujuh kali, dimulai dari tempat hajar aswad (batu
hitam) tepat pada garis lantai yang berwarna coklat, dengan posisi ka’bah
berada di sebelah kiri dirinya (kebalikan arah jarum jam).
Macam-macam Thawaf:
Ø Thawaf Qudum yakni thawaf yang dilaksanakan saat baru tiba di
Masjidil Haram dari negerinya.
Ø Thawaf Tamattu’ yakni thawaf yang dikerjakan untuk mencari
keutamaan (thawaf sunnah)
Ø Thawaf Wada’ yakni thawaf yang dilaksanakan ketika akan
meninggalkan Makkah menuju tempat tinggalnya.
4.
Sa’i ; yaitu lari-lari
kecil antara shafa dan marwah 7 (tujuh) kali yang jaraknya sekitar 400 meter.
5.
Tahallul; yaitu
menghalalkan pada dirinya apa yang sebelumnya diharamkan bagi dirinya karena
sedang ihram. Tahallul ditandai dengan memotong rambut kepala beberapa helai
atau mencukurnya sampai habis (lebih afdol)
6.
Tertib; yaitu
berurutan.
2.3.4 Wajib Dan Sunah Haji
Wajib Haji adalah
sesuatu yang perlu dikerjakan, tapi sahnya haji tidak tergantung atasnya,
karena boleh diganti dengan dam (denda)
yaitu menyembelih binatang. Berikut kewajiban haji yang mesti dikerjakan :
1.
Ihram dari Miqat,
yaitu memakai pakaian Ihram (tidak berjahit), dimulai dari tempat-tempat yang
sudah ditentukan, terus menerus sampai selesainya ibadah haji.
2.
Bermalam di Muzdalifah sesudah wukuf, pada malam tanggal 10
Dzulhijjah.
3.
Bermalam di Mina selama2
atau 3 malam pada hari tasyriq (tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah).
4.
Melempar jumrah
‘aqabah tujuh kali dengan batu pada tanggal 10 Dzulhijjah dilakukan setelah
lewat tengah malam 9 Dzulhijjah dan setelah wukuf.
5.
Melempar jumrah
ketiga-tiganya, yaitu jumrah Ula,
Wustha dan ‘Aqabah pada
tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah dan melemparkannya tujuh kali tiap-tiap
jumrah.
6.
Meninggalkan segala
sesuatu yang diharamkan karena ihram.
Berikut adalah sunah yang dilakukan dalam ibadah haji:
1.
Ifrad, yaitu
mendahulukan urusan haji terlebih dahulu baru mengerjakan atas ‘umrah.
2.
Membaca Talbiyah yaitu :“Labbaika Allahumma Labbaik Laa Syarikalaka
Labbaika Innalhamda Wanni’mata Laka Walmulka Laa Syarika Laka”.
3.
Tawaf Qudum, yatiu
tawaaf yuang dilakukan ketika permulaan datang di tanah ihram, dikerjakan
sebelum wukuf di ‘Arafah.
4.
Shalat sunat ihram 2
raka’at sesudah selesai wukuf, utamanya dikerjakan dibelakang makam nabi
Ibrahim.
5.
bermalam di Mina pada
tanggal 10 Dzulhijjah
6.
thawaf wada’, yakni
tawaf yang dikerjakan setelah selesai ibadah haji untuk memberi selamat tinggal
bagi mereka yang keluar Mekkah.
7.
berpakaian ihram dan
serba putih.
8.
berhenti di Mesjid
Haram pada tanggal 10 Dzulhijjah.
2.3.5 Hal-Hal yang Membatalkan Haji
Diadaptasi dari ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi,
Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih
Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma’ruf Abdul Jalil
(Pustaka As-Sunnah), hlm. 503 — 504.Ibadah haji bisa batal disebabkan oleh
salah satu dari kedua hal berikut:
1.
Jima’, senggama, bila
dilakukan sebelum melontar jamrah ’aqabah.
Adapun jima’ yang dilakukan pasca melontar jamrah ’aqabah dan sebelum thawaf
ifadhah, maka tidak dapat membatalkan ibadah haji, sekalipun yang bersangkutan
berdosa. Namun sebagian di antara mereka berpandapat bahwa ibadah haji tidak
bisa dianggap batal karena melakukan jima’, sebab belum didapati dalil yang
menegaskan kesimpulan ini.
2.
Meninggalkan salah
satu rukun haji. Manakala ibadah haji kita batal disebabkan oleh salah satu
dari dua sebab ini, maka pada tahun berikutnya masih diwajibkan menunaikan
ibadah haji, bila mampu.
2.3.6 Hikmah Ibadah Haji
1.
Mengikhlaskan Seluruh
Ibadah
Beribadah semata-mata untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
menghadapkan hati kepada-Nya dengan keyakinan bahwa tidak ada yang diibadahi
dengan haq, kecuali Dia dan bahwa Dia adalah satu-satunya pemilik nama-nama
yang indah dan sifat-sifat yang mulia. Tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada
yang menyerupai-Nya dan tidak ada tandingan-Nya. Dan hal ini telah diisyaratkan
dalam firman-Nya.
Artinya : “Dan ingatlah ketika Kami menempatkan tempat Baitullah untuk Ibrahim
dengan menyatakan ; “Janganlah engkau menyekutukan Aku dengan apapun dan
sucikan rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, beribadah, ruku dan sujud”
(Al-Hajj : 26)
2.
Mendapat Ampunan
Dosa-Dosa Dan Balasan Jannah
“Dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda : “Satu umrah sampai umrah yang lain adalah sebagai
penghapus dosa antara keduanya dan tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali
jannah” (HR Bukhari dan Muslim, Bahjatun Nanzhirin no. 1275).
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Aku mendengar Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda bahwa barang siapa berhaji ke Baitullah ini karena
Allah, tidak melakukan rafats dan fusuuq, niscaya ia kembali seperti hari ia
dilahirkan oleh ibunya” (HR Bukhari).
3.
Menyambut Seruan Nabi
Ibrahima Alaihissalam
“Dan serulah manusia untuk berhaji,
niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta
yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh” (Al-Hajj : 27) .
Nabi Ibrahim Alaihissalam telah menyerukan (agar berhaji) kepada manusia. Dan
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan siapa saja yang Dia kehendaki (untuk bisa)
mendengar seruan Nabi Ibrahim Alaihissalam tersebut dan menyambutnya. Hal itu
berlangsung semenjak zaman Nabi Ibrahim hingga sekarang.
4.
Menyaksikan Berbagai
Manfaat Bagi Kaum Muslimin
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Agar supaya mereka menyaksikan berbagai
manfaat bagi mereka” (Al-Hajj : 28) Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan
manfaat-manfaat dengan muthlaq (secara umum tanpa ikatan) dan mubham (tanpa
penjelasan) karena banyaknya dan besarnya menafaat-manfaat yang segera terjadi
dan nanti akan terjadi baik duniawi maupun ukhrawi.
5.
Saling Mengenal Dan
Saling Menasehati
Dan diantara hikmah haji adalah bahwa kaum muslimin bisa saling mengenal dan
saling berwasiat dan menasehati dengan al-haq. Mereka datang dari segala
penjuru, dari barat, timur, selatan dan utara Makkah, berkumpul di rumah Allah
Subhanahu wa Ta’ala yang tua, di Arafah, di Muzdalifah, di Mina dan di Makkah.
Mereka saling mengenal, saling menasehati, sebagian mengajari yang lain,
membimbing, menolong, membantu untuk maslahat-maslahat dunia akhirat, maslahat
taklim tata cara haji, shalat, zakat, maslahat bimbingan, pengarahan dan dakwah
ke jala Allah.
6.
Mempelajari Agama
Allah Subhanahu wa Ta’ala
Dan diantara manfaat haji yang besar adalah bahwa mereka bisa mempelajari agama
Allah dilingkungan rumah Allah yang tua, dan di lingkungann masjid Nabawi dari
para ulama dan pembimbing serta memberi peringatan tentang apa yang mereka
tidak ketahui mengenai hukum-hukum agama, haji, umrah dan lainnya. Sehingga
mereka bisa menunaikan kewajiban mereka dengan ilmu. Artinya : Nabi Shallallahu
‘alaihi bersabda : “Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
memperoleh kebaikan, niscaya Dia menjadikan faqih terhadap agama” (HR Bukhari,
Kitab Al-Ilmi 3 bab : 14). Mundur dari menuntut ilmu, itu bukanlah sifat malu,
tetapi suatu kelemahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman. Artinya : Dan
Allah tidak malu dari kebenaran”. (Al-Ahzab : 53) Karenanya seorang mukmin dan
mukminah yang berpandangan luas, tidak akan malu dalam bab ini ; bahkan ia
maju, bertanya, menyelidiki dan menampakkan kemusykilan yang ia miliki,
sehingga hilanglah kemusykilan tersebut.
7.
Menyebarkan Ilmu
Di antara manfaat haji adalah menyebarkan ilmu kepada saudara-saudaranya yang
melaksanakan ibadah haji dan teman-temannya seperjalanan, yang di mobil, di
pesawat terbang, di tenda, di Mekkah dan di segala tempat. Ini adalah
kesempatan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala anugerahkan. Engkau bisa menyebarkan
ilmu-mu dan menjelaskan apa yang engkau miliki, akan tetapi haruslah dengan apa
yang engkau ketahui berdasarkan Al-Kitab dan As-Sunnah dan istimbath ahli ilmu
dari keduanya. Bukan dari kebodohan dan pemikiran-pemikiran yang menyimpang
dari Al-Kitab dan As-Sunnah.
8.
Memperbanyak Ketaatan
Di antara manfaat haji adalah memperbanyak shalat dan thawaf, sebagaimana
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. Artinya : “Kemudian hendaklah mereka
menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka ; hendaklah mereka
menyempurnakan nadzar-nadzar mereka dan hendaklah mereka berthawaf sekeliling
rumah yang tua itu (Ka’bah)” [Al-Hajj : 29]
9.
Menunaikan Nadzar
Walaupun nadzar itu sebaiknya tidak dilakukan, akan tetapi seandainya seseorang
telah bernadzar untuk melakukan ketaatan, maka wajib baginya untuk memenuhinya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
Artinya : “Barangsiapa bernadzar untuk mentaati Allah, maka hendaklah dia
mentaati-Nya” (HR Bukhari) Maka apabila seseorang bernadzar di tanah haram ini
berupa shalat, thawaf ataupun ibadah lainnya, maka wajib baginya untuk
menunaikannya di tanah haram ini.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: Artinya : “Dan hendaklah mereka menunaikan
nadzar” (Al-Hajj : 29)
10. Menolong Dan Berbuat Baik Kepada Orang Miskin
Di antara manfaat haji adalah bisa menolong dan berbuat baik kepada orang
miskin baik yang sedang menjalankan haji atau tidak di negeri yang aman ini.
Firman Allah swt.
Artinya : “….agar mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka” (Al-Hajj :
28)
11. Memperbanyak Dzikir Kepada Allah
Di negeri yang aman ini hendaklah memperbanyak dzikir kepada Allah, baik dalam
keadaan berdiri, duduk dan bebaring, dengan tasbih (ucapan Subhanallah),
hamdalah (ucapan Alhamdulillah), tahlil (ucapan Laa ilaaha ilallah), takbir
(ucapan Allahu Akbar) dan hauqallah (ucapan Laa haula wa laa quwata illa
billah). Artinya : “Dari Abu Musa Al-As’ari Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Perumpamaan orang yang mengingat
Rabb-nya dan yang tidak mengingat-Nya adalah sebagai orang hidup dan yang
mati”. (HR Bukhari, Bahjatun Nadzirin no. 1434)
12. Berdo’a Kepada-Nya
Di antara manfaat haji, hendaknya bersungguh-sungguh merendahkan diri dan terus
menerus berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, agar Dia menerima amal,
membereskan hati dan perbuatan ; agar Dia menolong untuk mengingat-Nya,
bersyukur kepada-Nya dan memperbagus ibadah kepada-Nya ; agar Dia menolong
untuk menunaikan kewajiban dengan sifat yang Dia ridhai serta agar Dia menolong
untuk berbuat baik kepada hamba-hamba-Nya.
13. Menunaikan Manasik Dengan Sebaik-Baiknya
Di antara manfaat haji, hendaknya melaksanakannya dengan sesempurna mungkin,
dengan sebaik-baiknya dan seikhlas mungkin baik sewaktu melakukan thawaf, sa’i,
wukuf di Arafah, berada di Muzdalifah, melempar jumrah, maupun sewaktu shalat, qira’atul
qur’an, berdzikir, berdo’a dan lainnya. Juga hendaknya mengupayakannya dengan
kosentrasi dan ikhlas.
14. Menyembelih Kurban
Di antara manfaat haji adalah menyembelih (binatang) kurban, baik yang wajib
tatkala berihram tammatu dan qiran, maupun tidak wajib yaitu untuk taqarrub
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sewaktu haji wada’ Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah berkurban 100 ekor binatang. Para sahabat juga
menyembelih kurban. Kurban itu adalah suatu ibadah, karena daging kurban
dibagikan kepada orang-orang miskin dan yang membutuhkan di hari-hari Mina dan
lainnya.
Demikianlah
sebagian hikmah dari ibadah haji (rukun Islam yang ke lima) mudah-mudahan kita
bisa mengambil manfaatnya, dan senantiasa diberi petunjuk dari Allah Subhanahu
wa Ta’ala serta diberi kemudahan untuk menunaikannya. Amin
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Dari
pemaparan diatsa dapat diambil kesimpulan bahwa Puasa, Zakat dan Haji adalah
hal yang penting dalam agama Islam. Puasa berarti menahan diri dari perkara yang membatalkan puasa mulai terbit
fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat tertentu. Zakat berarti mengeluarkan sebagian
harta tertetu kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa
syarat. Dan Haji berarti bersengaja mendatangi
Baitullah (ka’bah) untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan tata cara yang
tertentu dan dilaksanakan pada waktu tertentu pula, menurut syarat-syarat yang
ditentukan oleh syara’, semata-mata mencari ridho Allah.
Ketaatan dan mengharap ridho dari Allah SWT itulah tujuan
utama dalam melakukan ibadah puasa,zakat dan haji. Disamping itu juga untuk
menunjukkan kebesaran Allah SWT. (Lia P Yaumin)