Sunday, October 28, 2012

KKN


KKN (KORUPSI,KOLUSI,NEPOTISME

Lia Pujianingsih
Sistem Informasi
STTI NIIT I-Tech, Jakarta


ABSTRAKSI

Tulisan ini membahas tentang Korupsi, Kolusi dan Neputisme, atau lebih kita kenal dengan sebutan KKN. KKN adalah segaram bentuk tindakan melanggar hukum yang dapat merugikan negara. Penyebab utama tumbuhnya KKN dalam suatu negara disebabkan oleh kurangnya transparansi pemerintah kepada publik sehingga dapat menyalahgunakan kekuasaan yang ada. Di Indonesia KKN telah menjadi penyakit sosial yang menjamur, hal ini sungguh bertentangan dengan tujuan pemerintah yang ingin mewujudkan keadilan, kemakmuran dan kesejahtraan sosial, bahkan memenuhi hak-hak dasar kelompok masyarakat kecil seperti fakir miskin, kaum jompo dan anak-anak terlantar. Banyak sekali dampak dari KKN antara lain, menurunnya tingkat kesejahteraan, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan, hilangnya modal manusia yang handal, bahkan rusaknya moral masyarakat.Dari ketiga macam tindakan melanggar hukum dalam KKN yang paling merugikan negara adalah korupsi, karena korupsi adalah tindakan dimana pejabat publik menggunakan kekuasaannya secara tidak legal untuk memperkaya diri sendiri

Kata kunci : KKN, Korupsi Kolusi dan Nepotisme, Hukum

ABSTRACT

This paper discusses the about Corruption, Collusion and Neputisme, or more we are familiar with designations KKN. Segaram form of corruption is illegal to harm the state. The main causes of corruption in a country's growth is caused by a lack of government transparency to the public so that they can abuse the powers that be. In Indonesia, corruption has become a flourishing social ills, it is quite contrary to the government's goal is to bring about justice, prosperity and social prosperity, and even meet the basic rights of small community groups such as the poor, the elderly and abandoned children. A lot of the impact of corruption, among others, reduced levels of prosperity, the high cost of education and health, the loss of qualified human capital, even the destruction of the three kinds of moral masyarakat.Dari unlawful acts in the most adverse state corruption is corruption, because corruption is an act which the officer public to use their power to illegally enrich themselves

Keywords: Corruption, Collusion and Nepotism Corruption, Law



PENDAHULUAN
Korupsi, Kolusi dan Neputisme, atau lebih kita kenal dengan sebutan KKN. KKN adalah segaram bentuk tindakan melanggar hukum yang dapat merugikan negara. Penyebab utama tumbuhnya KKN dalam suatu negara disebabkan oleh kurangnya transparansi pemerintah kepada publik sehingga dapat menyalahgunakan kekuasaan yang ada. Di Indonesia KKN telah menjadi penyakit sosial yang menjamur, hal ini sungguh bertentangan dengan tujuan pemerintah yang ingin mewujudkan keadilan, kemakmuran dan kesejahtraan sosial, bahkan memenuhi hak-hak dasar kelompok masyarakat kecil seperti fakir miskin, kaum jompo dananak-anak terlantar. Banyak sekali dampak dari KKN antara lain, menurunnya tingkat kesejahteraan, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan, hilangnya modal manusia yang handal, bahkan rusaknya moral masyarakat.Dari ketiga macam tindakan melanggar hukum dalam KKN yang paling merugikan negara adalah korupsi, karena korupsi adalah tindakan dimana pejabat publik menggunakan kekuasaannya secara tidak legal untuk memperkaya diri sendiri. Dalam kasus korupsi, kebanyakan yang dikorupsi ialah uang negara. Hal ini juga mengakibatkan pembangunan ekonomi negara menjadi sulit sehingga tingkat kesejahtraan rakyat terutama rakyat kecil semakin menurun. Karena tingkat kesejahtraan semakin menurun, rakyat kecil susah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Di sini timbul tindakan-tindakan kejahatan lainnya seperti pencurian, penjarahan, perampokan bahkan pembunuhan. Hal ini dilakukan semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ini semua adalah dampak dari korupsi yang menimbulkan akibat yang begitu besar bagi kehidupan.
Aktor utama terjadinya korupsi adalah kurangnya transparansi pemerintah kepada publik tentang pengambilan keputusan, pengambilan kebijakan yang tidak memperhatikan rakyat, lemahnya profesi dan tertib hukum. Tidak transparansinya pemerintah dalam mengambil kebijakan dapat menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik yang ingin menguntungkan dirinya sendiri. Kebanyakan penyalahan kekuasaan tersebut mengarah pada korupsi yang pada akhirnya nanti dapat menimbulkan kekacauan yang begitu besar, apa lagi dengan lemahnya profesi dan tertib hukum akibat yang ditimbulkan akan lebih besar lagi. Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau kurang kritis terhadap pemerintah juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya korupsi. Hal ini menyebabkan pejabat publik dapat dengan mudah menyalahgunakan kekuasaannya karena tidak ada tanggapan atau perhatian dari rakyat tentang apa-apa saja kebijakan yang diambil, sehingga pejabat tersebut dapat membuat keputusan yang hanya menguntungkan dirinya sendiri. Oleh sebab itu perhatian masyarakat terhadap pemerintah juga harus lebih ditingakatkan untuk menghindari adanya praktik KKN terutama korupsi.
Korupsi (bahasa Latincorruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus, politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
§  perbuatan melawan hukum;
§  penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
§  memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
§  merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:
§  memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
§  penggelapan dalam jabatan;
§  pemerasan dalam jabatan;
§  ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara);
§  menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah atau pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuridimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas atau kejahatan. Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi/tidak.
Korupsi adalah persoalan klasik yang telah lama ada. Sejarawan Onghokham menyebutkan bahwa korupsi ada ketika orang mulai melakukan pemisahan antara keuangan pribadi dan keuangan umum. Menurut Onghokham pemisahan keuangan tersebut tidak ada dalam konsep kekuasaan tradisional. Dengan kata lain korupsi mulai dikenal saat sistem politik modern dikenal. Konsepsi mengenai korupsi baru timbul setelah adanya pemisahan antara kepentingan keuangan pribadi dari seorang pejabat negara dan keuangan jabatannya.
Pengertian korupsi dalam arti modern baru terjadi kalau ada konsepsi dan pengaturan pemisahan keuangan pribadi dan sebagian pejabat sangat penting, sebab seorang raja tradisional tidak dianggap sebagai koruptor jika menggunakan uang negara, karena raja adalah negara itu sendiri. Namun secara tidak sadar sebenarnya konsepsi tentang anti korupsi sudah ada sejak lama, bahkan sebelum pemisahan kekuasaan politik secara modern dikenal. Justru dimana tidak adanya pemisahan antara keuangan dari raja/pejabat negara dengan negara itulah yang memunculkan konsepsi anti korupsi.
Dengan demikian korupsi dapat didefiniskan sebagai suatu tindak penyalahgunaan kekayaan negara (dalam konsep modern), yang melayani kepentingan umum, untuk kepentingan pribadi atau perorangan. Akan tetapi praktek korupsi sendiri, seperti suap atau sogok, kerap ditemui di tengah masyarakat tanpa harus melibatkan hubungan negara.
Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas/kejahatan. Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
Kolusi di dalam bidang studi ekonomi, kolusi terjadi di dalam satu bidang industri disaat beberapa perusahaan saingan bekerja sama untuk kepentingan mereka bersama. Kolusi paling sering terjadi dalam satu bentuk pasar oligopoli, dimana keputusan beberapa perusahaan untuk bekerja sama, dapat secara signifikan mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Kartel adalah kasus khusus dari kolusi berlebihan, yang juga dikenal sebagai kolusi tersembunyi. kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancer.
Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya digunakan dalam konteks derogatori. Sebagai contoh, kalau seorang manajer mengangkat atau menaikan jabatan seorang saudara, bukannya seseorang yang lebih berkualifikasi namun bukan saudara, manajer tersebut akan bersalah karena nepotisme. Pakar-pakar biologi telah mengisyaratkan bahwa tendensi terhadap nepotisme adalah berdasarkan naluri, sebagai salah satu bentuk dari pemilihan saudara.
Kata nepotisme berasal dari kata Latin nepos, yang berarti “keponakan” atau “cucu”. Pada Abad Pertengahan beberapa paus Katholik dan uskup- yang telah mengambil janji “chastity” , sehingga biasanya tidak mempunyai anak kandung – memberikan kedudukan khusus kepada keponakannya seolah-olah seperti kepada anaknya sendiri. Beberapa paus diketahui mengangkat keponakan dan saudara lainnya menjadi kardinal. Seringkali, penunjukan tersebut digunakan untuk melanjutkan “dinasti” kepausan. Contohnya, Paus Kallistus III, dari keluarga Borja, mengangkat dua keponakannya menjadi kardinal; salah satunya, Rodrigo, kemudian menggunakan posisinya kardinalnya sebagai batu loncatan ke posisi paus, menjadi Paus Aleksander VI. Kebetulan, Alexander mengangkat Alessandro Farnese, adik kekasih gelapnya, menjadi kardinal; Farnese kemudian menjadi Paus Paulus III. Paul juga melakukan nepotisme, dengan menunjuk dua keponakannya (umur 14 tahun dan 16 tahun) sebagai Kardinal. Praktek seperti ini akhirnya diakhiri oleh Paus Innosensius XII yang mengeluarkan bulla kepausan Romanum decet pontificem pada tahun 1692. Bulla kepausan ini melarang semua paus di seluruh masa untuk mewariskan tanah milik, kantor, atau pendapatan kepada saudara, dengan pengecualian bahwa seseorang saudara yang paling bermutu dapat dijadikan seorang Kardinal.
Praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di Indonesia tergolong cukup tinggi. Contoh di bidang perbankan khususnya, keberadaan UU No. 10 Tahun 1998 ternyata tidak cukup ampuh menjerat atau membuat jera para pelaku KKN. Dari data yang ada , diketahui ada beberapa kasus yang cukup mencolok dengan nominal kerugian negara yang cukup besar.
Sebutlah kasus penyelewengan dana BLBI yang sampai saat ini sudah berlangsung hampir 10 tahun tidak selesai. Para tersangka pelakunya masih ada yang menghirup udara bebas, dan bahkan ada yang di vonis bebas dan masih leluasa menjalankan aktivitas bisnisnya. Yang lebih parah lagi, terungkap juga bukti penyuapan yang melibatkan salah satu pejabat Jampidsus baru- baru ini.
Kasus perbankan lain yang cukup menarik perhatian masyarakat adalah LC fiktif yang merugikan Negara sampai 1.7 Triliun, jumlah uang yang cukup fenomental jika dilihat dari jumlah pelaku yang beberapa gelintir saja. Ini lebih besar dari laba bersih setahun yang bisa diraih BNI tahun 2004.
Peraturan yang mengatur bisnis perbankan sudah cukup lengkap. Sebut saja UU No. 10 Tahun 1998 yang merupakan penyempurnaan dari UU No.7 Tahun 1992, sudah sedemikian detail mengatur tentang segala definisi pelanggaran perbankan beserta sanksi yang diancamkan. Sistem audit baik Internal maupun eksternal juga sudah sedemikian lengkap mengatur pengawasan operasional perbankan. Namun masih saja bisa di cari-cari celah untuk melakukan penyimpangan.
Informasi dari berbagai media menyatakan bahwa jumlah para pelaku kejahatan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dari kalangan pebisnis di Indonesia masih cukup banyak. Padahal sudah banyak Undang – undang dan aturan yang merupakan rambu–rambu yang mengatur tentang kegiatan usaha .
Prinsip ini muncul di Barat setelah adanya Revolusi Perancis dan di negara-negara Anglo-Sakson, seperti Inggris dan Amerika Serikat, timbul pada permulaan abad ke-19. Sejak itu penyalahgunaan wewenang demi kepentingan pribadi, khususnya dalam soal keuangan, dianggap sebagai tindak korupsi.
Demokrasi yang muncul di akhir abad ke-18 di Barat melihat pejabat sebagai orang yang diberi wewenang atau otoritas (kekuasaan), karena dipercaya oleh umum. Penyalahgunaan dari kepercayaan tersebut dilihat sebagai penghianatan terhadap kepercayaan yang diberikan. Konsep demokrasi sendiri mensyaratkan suatu sistem yang dibentuk oleh rakyat, dikelola oleh rakyat dan diperuntukkan bagi rakyat.
Konsep politik semacam itu sudah barang tentu berbeda dengan apa yang ada dalam konsep kekuasaan tradisional. Dalam konsep kekuasaan tradidonal raja atau pemimpin adalah negara itu sendiri. Ia tidak mengenal pemisahan antara raja dengan negara yang dipimpinnya. Seorang raja atau pemimpin dapat saja menerima upeti dari bawahannya atau raja menggunakan kekuasaan atau kekayaan negara guna kepentingan dirinya pribadi atau keluarganya.
Perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai korupsi, kekuasaan politik yang ada di tangan raja bukan berasal dari rakyat dan ia rakyat sendiri menganggap wajar jika seorang raja memperoleh manfaat pribadi dari kekuasaannya tersebut.
Definisi ini hampir sama artinya dengan definisi yang dilontarkan oleh pemerintah Indonesia. Dalam siaran pers yang dikeluarkan oleh Menko Wasbang tentang menghapus KKN dari perekonomian nasional, tanggal 15 Juni 1999, pengertian KKN didefinisikan sebagai praktek kolusi dan nepotisme antara pejabat dengan swasta yang mengandung unsur korupsi atau perlakuan istimewa. Sementara itu batasan operasional KKN didefinisikan sebagai pemberian fasilitas atau perlakuan istimewa oleh pejabat pemerintah/BUMN/BUMD kepada suatu unit ekonomi/badan hukum yang dimiliki pejabat terkait, kerabat atau konconya. Bentuk fasilitas istimewa tersebut meliputi:
1.   Pelaksanaan pelelangan yang tidak wajar dan tidak taat azas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah atau dalam rangka kerjasama pemerintah/BUMN/BUMD dengan swasta.
2.   Fasilitas kredit, pajak, bea masuk dan cukai yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku atau membuat aturan/keputusan untuk itu secara eksklusif.
3.      Penetapan harga penjualan atau ruislag yang menyimpang.
Suatu analisa menarik dilontarkan oleh John Girling bahwa korupsi sebenarnya mewakili persepsi yang normatif dari ekses kapitalisme, yaitu kulminasi dari proses yang sistematik dari parktekpraktek kolusi yang terjadi diantara elite politik dan pelaku ekonomi, yang melibatkan kepentingan publik dan kepentingan pribadi (swasta). Dengan kata lain, korupsi terjadi pada saat pelaku ekonomi mencoba memanfaat kekuasaan yang dimiliki oleh elite politik untuk mengejar keuntungan (profit), di luar proses yang sebenarnya. Sementara elite politik sendiri memanfaatkan hubungan tersebut untuk membiayai dirinya sendiri atau bahkan membiayai praktek politik yang dilakukannya.
Konsep demokrasi modern dan kapitalisme telah melahirkan kontradiksi antara kepentingan birokrasi pemerintahan yang harus melayani kepentingan umum dengan perkembangan dan intervensi kepentinngan pasar. Di satu sisi, dengan mandat atas nama rakyat yang diperoleh oleh sistem pemerintahan demokratik, maka ia harus mengedepankan kepentingan rakyat secara umum. Sementara perkembangan kapitalisme, yang juga berkepantingan terhadap birokrasi modern, berbanding terbalik dengan kepentingan umum. Akumulasi modal yang menjadi logika dasar dari kapitalisme mengharuskan adanya kontrol pasar dan jalur distribusi.
Maka untuk meraih kepentingan tersebut tak jarang para pengusaha menggunakan jalur birokrasi publik untuk kepentingan mereka. Inilah yang dikenal sebagai kolusi, yang merupakan bentuk akomodasi normal antara kepentingan politik dan ekonomi. Kolusi merupakan bentuk pra-kondisi dari korupsi. Sudah barang tentu pelaku ekonomi memperoleh manfaat keuntungan ekonomi dari hubungan tersebut. Sementara para elite politik memperoleh keuntungan untuk membiayai kepentingankepentingan politik yang akan mereka raih.
Menurut Onghokham ada dua dimensi dimana korupsi bekerja. Dimensi yang pertama terjadi di tingkat atas, dimana melibatkan penguasa atau pejabat tinggi pemerintahan dan mencakup nilai uang yang cukup besar. Para diktator di Amerika Latin dan Asia Tenggara misalnya berhasil mengumpulkan uang jutaan dollar dari sumber alam dan bantuan luar negeri.
Sementara itu dalam dimensi yang lain, yang umumnya terjadi di kalangan menengah dan bawah, biasanya bersentuhan langsung dengan kepentingan rakyat atau orang banyak. Korupsi yang terjadi di kalangan menengah dan bawah acap menghambat kepentingan kalangan menengah dan bawah itu sendiri, sebagai contoh adalah berbelitnya proses perizinan, pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), proses perizinan di imigrasi, atau bahkan pungutan liar yang dilakukan oleh para polisi di jalan-jalan yang dilalui oleh kendaraan bisnis, dan lain sebagainya.
Sejarah sendiri mencatat bahwa Perang Diponegoro, yang terjadi pada tahun 1825-1830, muncul akibat protes rakyat terhadap perbuatan pejabat-pejabat menengah, seperti Demang atau Bekel, dalam soal pungutan pajak, pematokan tanah untuk jalan tol, dan khususnya pungutan-pungutan yang dilakukan oleh para pejabat yang bertanggungjawab terhadap pintu gerbang tol.
Sonny Keraf membagi pengertian etika menjadi dua, yaitu:
1.    Etika sebagai Moralitas, Etika (Yunani=ethos) = kebiasaan hidup / adat istiadat, berkaitan dengan nilai-nilai. Moralitas (latin=mos)=adat / kebiasaan.n Jadi etika adalah suatu sitem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup yg terwujud dalam pola perilaku ajeg dan terulang dalam kurun waktu lama sebagai kebiasaan.
2.    Etika sebagai ilmu , yaitu ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan norma yang diberikan oleh moralitas dan etika dalam pengertian diatas.
Posisi teori Etika Bisnis dalam kancah dunia bisnis di Indonsesia Etika bisnis sendiri sesungguhnya merupakan aplikasi dari etika pribadi para pelaku bisnis itu sendiri dalam dunia usaha. Sonny Keraf dalam bukunya ”Etika Bisnis” menyatakan bahwa dalam tingkat tertentu etika lalu menjadi sebuah ilmu yang sangat luas dan kompleks dan berkaitan dengan seluruh bidang dan aspek kehidupan manusia.
Etika bisnis menjadi semakin penting ketika sistem perekonomian sendiri memberikan tempat bagi adanya perdagangan bebas, persaingan harga dan monopoli perdagangan. Dalam bahasa Kant, etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan secara heteronom.
Dalam bukunya yang berjudul ” Etika Bisnis : Tuntutan dan Relevansinya”, DR. A. Sonny Keraf membagi etika dalam tiga norma umum yaitu : Norma sopan santun, norma hukum dan ketiga adalah norma moral. Rendahnya etika para pelaku bisnis terjadi karena rendahnya pemahaman dari norma – norma umum yang sangat mendasar tersebut. Etika adalah suatu yang terbentuk dari proses yang cukup panjang, bahkan sepanjang dari usia seseorang itu sendiri. Etika adalah pelajaran yang di peroleh seseorang mulai dari lahir, sampai tingkat dewasa.
Jadi untuk mendapatkan suatu hasil yang baik dari wujud etika dari seseorang harus mulai di pupuk dari usia kecil. Pelajaran tentang norma-norma dasar harus mulai ditanamkan mulai dari anak usia balita dan berkesinambungan sampai usia dewasa. Dari usia diman ia belum bisa membedakan mana benar – mana salah,sampai dengan usia dimana ia dapat membedakan mana yang benar mana yang salah.
Sonny Keraf juga membagi etika berbisnis dalam beberapa prinsip sebagai berikut :
1.     Prinsip Otonomi, adalah sikap dan kemampuan menusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya paling baik untuk dilakukan
2.      Prinsip Kejujuran, dalam mengikat perjanjian dan kontra k tertentu, senmua pihak (pelaku bisnis dalam hal ini) secara a priori saling percaya satu sama lain, bahwa masing-masing pihak secara tulus dan jujur dalam membuat perjanjian dan kontrak dan lebih dari itu serius serta tulus dan jujur melaksanakan janjinya.
3.   Prinsip Keadilan, yang menuntut agar setiap orang diperlakukan dengan sama sesuai dengan peraturan yang adil dan sesuai dengan kriteria rasional obyektif yang dapat dipertanggungjawabkan.
4. Prinsip saling menguntungkan, menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga meguntungkan semua pihak.
5.    Integritas Moral, dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan agar ia perlu menjalankan perusahaan bisnis dengan tetap menjalankan nama baiknya atau nama perusahaannya.
Mengapa para pelaku kejahatan masih saja berani menyimpang dan berbuat curang dalam kegiatan bisnisnya, Jika ditelusur dari sudut pandang etika bisnis, akar dari semua permasalahan praktek KKN yang melanda dunia perbankan saat ini adalah adanya krisis moral yang sudah begitu parah. Rendahnya moralitas para pelaku bisnis perbankan inilah yang menjadi faktor utama terjadinya kecurangan dan berbagai penyimpangan dalam bisnis .
Seberapapun kuatnya sanksi yang diberikan tak akan mampu membuat gentar para penjahat. UU No. 10 Tahun 1998 yang merupakan penyempurnaan dari UU No.7 Tahun 1992, sudah sedemikian detail mengatur tentang segala definisi pelanggaran perbankan beserta sanksi yang diancamkan. Pasal 49 ayat 1 dengan tegas menyatakan : “Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:
1.   Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank.
2.   menghilangkan atau tiidak memasukkan atau menyebabkan ttidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank.
3.  mengubah, atau menghilangkan, menyembunyikan menghapus atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam leporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp.200.000.000.000 (dua ratus miliar).
Bagi beberapa orang, keberadaan UU serta sanksi hukum yang diancamkan mungkin saja tidak begitu menakutkan. Jika menilik catatan kasus – kasus sebelumnya ,pelaku yang berhasil tertangkap nyata-nyata tidak diproses secara tegas. Sulitnya menguak dan membuktikan tindak kejahatan perbankan yang melibatkan orang dalam juga menjadi kendala tersendiri.
Seberapapun ketatnya pengawasan akan selalu dicari celah-celah untuk bisa berbuat kecurangan demi keuntungan diri sendiri. Sistem audit yang ada baik internal perusahaan maupun ekternal sudah sedemikian ketatnya mengawasi kegiatan perbankan, namun ada saja celah yang bisa dimanfaatkan oleh para pelaku untuk mengambil keuntungan.. Petugas auditor juga tidak bisa selamanya 24 jam bisa mengawasi operasional bank. Hal ini dimanfaatkan oleh para pelaku yang sudah berpengalaman operasional untuk melaksanakan aksinya selama bertahun- tahun dan merugikan perusahaan dan negara triliunan rupiah.
KESIMPULAN
Jadi, jika dilihat dari nilai konsep etika bisnis, etika seseorang pelaku bisnis dapat mulai ditanamkan semenjak ia masih kecil, ketika di masih merupakan sosok pibadi yang lugu dan utuh bukan seorang pelaku bisnis. Jika para pelaku bisnis sudah memiliki bekal etika bawaan sebagai seorang yang berbudi luhur, maka bisa diharapkan dunia bisnis akan di huni oleh orang – orang yang jujur, dan sangat menghargai kepercayaan orang lain yang di berikan kepadanya. Dunia bisnis akan sangat kondusif, tanpa di nodai oleh praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.
Dari uraian di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan , antara lain:
1.      Rendahnya moralitas para pelaku bisnis perbankan inilah yang menjadi faktor utama terjadinya kecurangan dan berbagai penyimpangan dalam bisnis.
2.      Etika seseorang dapat mulai ditanamkan semenjak ia masih kecil, ketika dirinya masih merupakan sosok pibadi yang lugu dan utuh.

DAFTAR PUSTAKA

Wednesday, October 24, 2012

Pancasila sebagai ideologi terbuka


Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka

Lia Pujianingsih
Sistem Informasi
STTI NIIT I-Tech, Jakarta


ABSTRAKSI

Tulisan ini membahas tentang Pancasila sebagai ideologi terbuka dibagi menjadi tiga bagian yaitu Pancasila sebagai ideologi terbuka, Pancasila sebagai sumber nilai dan Sikap positif terhadap Pancasila sebagai ideologi terbuka. Pancasila sebagai ideologi terbuka, sebagi ideologi, Pancasila menjadi pedoman dan acuan bangsa Indonesia dalam menjalankan aktifitas di segala bidang, sehingga sifatnya harus terbuka, luwes dan fleksibel dan tidak tertutup. Pancasila sebagai sumber nilai, sesuatu dikatakan memiliki nilai atau berharga jika sesuatu itu memberikan manfaat atau berguna dan berfaedah. Nilai merupakan suatu ukuran, patokan anggapan dan keyakinan yang menjadi panutan orang dan kelompok atau masyarakat tertentu. Sikap positif terhadap Pancasila sebagi ideologi terbuka, Pancasila itu harus dijadikan sikap dan pandangan hidup seluruh rakyat Indonesia, dan dilaksanakan didalam kehidupan sehari-hari. Pancasila diamalkan dengan penuh kesadaran dan siap sedia mempertahankan apabila mendapatkan rongrongan dari luar yang bertujuan ingan merusak atau mengganti atau mengubah Pancasila sengan dasra atau ideologi yang lain.

Kata kunci : Ideologi, Pancasila sebagai ideologi terbuka,Pancasila

ABSTRACT

This paper discusses the ideology of Pancasila as an open-divided into three sections: the ideology of Pancasila as an open, Pancasila as the source of value and a positive attitude towards open Pancasila as an ideology. Pancasila as an ideology openly, as a ideology, Pancasila a guide and reference of Indonesia in carrying out activities in all areas, so that its nature should be open, flexible and versatile and are not covered. Pancasila as the source of value, something is said to have value or worth it if something is useful and beneficial or useful. The value is a measure, benchmark assumptions and beliefs that become role models of people and specific groups or communities. Pancasila as a positive attitude towards open ideology, Pancasila should be the attitude and outlook on life all the people of Indonesia, and implemented in everyday life. Pancasila practiced with full awareness and get ready to maintain an external aimed at undermining the InGaN damage or replace or change a bunch of Pancasila ideology dasra or another.

Key words: ideology, Pancasila as an ideology is open, Pancasila


PENDAHULUAN

Sebagai ideologi, Pancasila menjadi pedoman dan acuan bangsa Indonesia dalam menjalankan aktifitas di segala bidang, sehingga sifatnya harus terbuka, luwes dan fleksibel dan tidak tertutup.
Pancasila sebagai ideologi terbuka yaitu Pancasila merupakan ideologi yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tanpa pengubahan nilai-nilai dasarnya. Pancasila sebagai ideologi terbuka, mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar Pancasila itu dapat dikembangkan sesuai dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia dan tuntunan perkembangan zaman. Sebagai ideologi terbuka, Pancasila memberikan orientasi ke depan, mengharuskan bangsanya untuk selalu menyadari situasi kehidupan yang sedang dan akan dihadapinya, terutama menghadapi globalisasi dan era keterbukaan dunia dalam segala bidang. Ciri khas ideologi terbuka yaitu atau vita-citanya tidak dipaksakan dari pihak luar, melainkan digali dan diambil dari harta kekeyaan nurani, moral, dan budaya masyarakat sendiri. Dasarnya bukan pada keyakinan sekelompok orang, melainkan dikenali, dan ditemukan oleh masyarakat itu sendiri sehingga menjadi milik seluruh rakyat dan masyarakat, kepribadiannya ada didalam ideologi tersebut.
Faktor-faktor yang mendorong pemikiran Pancasila sebagai ideologi terbuka menurut Moerdiono (1992: 399), adalah :
  1. Dalam proses pembangunan nasional berencana, dinamika masyarakat berkembang amat cepat, dengan demikian tidak semua persoalan kehidupan dapat ditemukan jawabannya secara ideologis dalam pemikiran ideologi-ideologi sebelumnya.
  2. Kenyataan bangkrutnya ideologi tertutup misalnya Marxisme, Leninisme, Komunisme.
  3. Pengalaman sejarah politik bangsa Indonesia sendiri dengan penuh komunisme yang bersifat tertutup, kebijaksanaan pemerintah disaat itu menjadi absolut.
  4. Tekad bangsa Indonesia untuk menjadikan Pancasila sebagai alternative ideologi dunia.
Nilai-nilai dalam Pancasila sebagai ideologi terbuka yaitu Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praktis. Nilai dasar merupakan esensi dari sila-sila Pancasila yang bersifat universal sehingga dalam nilai dasar tersebut terkandung cita-cita, tujuan serta nilai-nilai yang baik dan benar. Nilai instrumental merupakan arahan, kebijakan, strategi, sasaran serta lembaga pelaksanaannya. Hal ini merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai Pancasila. Nilai Praktis merupakan Ideologi yang memiliki aspek yang berupa cita-cita, pemikiran-pemikiran, serta nilai-nilai yang dianggap baik, harus memiliki norma yang jelas karena ideologi harus mampu direalisasikan dalam kehidupan praktis, yang merupakn bikti konkret.
Pengertian nilai Pancasila, sesuatu dikatakan memiliki nilai atau berharga jika sesuatu itu memberikan manfaat dan berguna. Dengan demikian nilai berarti harga, manfaat,guna atau faedah. Nilai merupakan suatu ukuran, patokan anggapan dan keyakinan yang menjadi panutan orang dan kelompok atau masyarakat tertentu. Sedangkan norma merupakan aturan-aturan yang disertai dengan sanksi tertentu untuk mencapai nilai-nilai. Menurut Notonagoro nilai dibagi dalam tiga kelompok yaitu:
  1. Nilai materiil yaitu nilai yang dilihat dari hasil guna dari sesuatu seperti benda bagi manusia.
  2. Nilai vital yaitu sesuatu yang berguna bagi masusia, untuk kegiatan aktifitasnya.
  3. Nilai kerohanian yaitu segala yang bernilai bagi rohani manusia dan mengandung kebenaran, keindahan, moral dan religius,
Menurut G. Evereelt nilai dibagi menjadi lima bagian yaitu nilai-nilai ekonomi, nilai-nilai rekreasi, nilai-nilai perserikatan, nilai-nilai kejasmanian dan nila-nilai watak.
Dari kelima bagian nilai tersebut dapat diperinci sebagai ciri-ciri nilai sosial sebagai berikut :
  1. Hasil interaksi sosial antar warga masyarakat
  2. Bukan pembawaan sejak lahir
  3. Terbentuk melalui proses belajar
  4. Dapat mempengaruhi perkembangan pribadi
  5. Berhubungan satu sama lain
  6. Bervariasi antara budaya yang satu dengan yang lain
Nilai-nilai Pancasila yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila-sila Pancasila dimana antara sila-sila tersebut slaing berkaitan dan secara utuh tidak dpat dipisahkan yang dijadikan suatu ukuran, patokan anggapan dan keyakinan yang menjadi panutan orang dan sekelompok atau masyarakat bangsa Indonesia.
Nilai-nilai moral yang terkandung dalam sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan kesatuan moral bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar faksafah negara berrti bahwa moral bangsa telah menjadi moral negara yaitu mengikat negara sekaligus mengandung arti telah menjadi sumber tertib negara dan sumber tertib hukum serta jiwa seluruh kegiatan negara dalam segala aspek kehidupan negara. Pancasila sebagai moral yang terkandung di dalam Pancasila bersifat universal. Pertama merupakan moral individu bansa Indonesia dank arena telah ditetapkan sebagai dasar negara maka Pancasila sekaligus menjadi moral negara sebagai moral individu mengatur sikap dan tingkah laku orang-perorang masing-masing sebagai berikut :
  1. Sila pertama mewajibkan untuk mematuhi dan memuliakan Tuhan Yang Maha Esa
  2. Sila kedua mewajibkan untuk mengakui dan memperlakukan semua, dan setiap orang sama tanpa alas an atau diskriminasi.
  3. Sila ketiga mewajibkan kepentingan- kepentingannya mengambil sikap yang solider yang kayak terhadap sesame warga negara
  4. Sila keempat mewajibkan untuk ikut serta dalam kehidupan politik serta pemerintahan negara
  5. Sila kelima mewajibkan untuk bersikap adil, berjiwa sosial, memberikan sumbangan yang wajar sesuai dengan kemampuan dan kedudukan orang-perorang masing-masing kepada negara demi terwujudnya kesejahteraan lahir batin bagi seluruh rakyat negara.
Nilai Pancasila sebagai dasar negara adalah Pancasila menjadi sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Seluruh peraturan perundang-undangan mulai dari undang-undang dasar, undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan lainnya harus bersumber kepada Pancasila.
Nilai Pancasila sebagai ideologi negara adalah sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila menjadi arah dan pedoman bagi hidup bangsa Indonesia untuk mencapai cita-cita mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur lahir batin. Oleh karena itu Pancasila harus kita perjuangkan terus-menerus keberadaan dan pengamalannya segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia.
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila antara lain sebagai berikut :
  1. Nilai ideologi yaitu pandangan dan sikap hidup
  2. Nilai politik yaitu nilai kenegaraan
  3. Nilai ekonomi yaitu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekurangan
  4. Nilai sosial yaitu nilai yang terkandung dalam sila Pancasila sila kelima yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” mengandung nilai sosial.
  5. Nilai kebudayaan yaitu Pancasila memiliki nilai luhur dari budaya bangsa Indonesia. Budaya Pancasila merupakan budaya asli Indonesia.
Sikap Positif terhadap Pancasila sebagai Ideologi Terbuka adalah Pancasila itu harus dijadikan sikap dan pandangan hidup seluruh rakyat Indonesia, dan dilaksanakan didalam kehidupan sehari-hari. Pancasila diamalkan dengan penuh kesadaran, dan siap sedia mempertahankan apabila mendapatkan rongrongan dari luar yang bertujuan ingin merusak, atau mengganti atau mengubah Pancasila dengan dasar atau ideologi yang lain.
Sikap dalam melaksanakan sila  ke-Tuhanan Yang Maha Esa diwujudkan dalam bentuk antara lain sebagai berikut :
1.      Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
2.      Hormat-menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan-kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
3.      Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
4.      Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaaan kepada orang lain.
Sikap dalam melaksanakan nilai sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab diwujudkan dalam bentuk antara lain sebagai berikut :
1.      Mengakui kesamaan derajat, hak dan kewajiban antara sesame manusia.
2.      Saling mencintai sesame manusia.
3.      Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4.      Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5.      Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
6.      Berani membela kebenaran dan keadilan.
7.      Merasa sebagai bagian dari seluruh umat manusia didunia.
8.      Saling menghormati dan bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain didunia.
Sikap dalam melaksanakan nilai Persatuan Indonesia dalam bentuk antara lain sebagai berikut :
1.      Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi atau golongan.
2.      Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3.      Cinta tanah air dan bangsa.
4.      Bangsa sebagai bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.
5.      Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka tunggal Ika.
Sikap dalam melaksanakan nilai Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan dalam bentuk antara lain sebagai berikut :
1.      Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
2.     Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama dan tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
3.      Musyawarah untuk mencapai mufakat yang diliputi oleh dasar kekeluargaan.
4.  Melaksanakan hasil keputusan yang berdasarkan musyawarah dengan itikad baik dan rasa bertanggung jawab.
5.      Musyawarah dilakukan dengan akal sehat budi pekerti yang luhur.
6.      Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Sikap dalam melaksanakan nilai Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia dalam bentuk antara lain sebagai berikut :
1.   Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana dan kegotong-royongan.
2.      Bersikap adil.
3.      Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4.      Menghormati hak-hak orang lain.
5.      Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
6.      Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
7.      Tidak bergaya hidup mewah dan tidak bersikap boros.
8.      Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
9.      Suka bekerja keras
10.  Menghargai hasil karya orang lain.
11.  Mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Nilai-nilai Pancasila tersebut wajib diamalkan dalam segenap kehidupan manusia. Takwa kepada Tuhan, kasih saying kepada sesama teman, rukun dengan semua orang, melindungi yang lemah, saling menolong, saling membantu, bersikap baik, suka mengalah, bersedia meminta dan memberi maaf, rela berkorban, membina kesatuan dan perstuan, bergotong royong mengerjakan pekerjaan bersama, bermusyawarah di dalam memecahkan segala masalah bersama agar tercipta kehidupan yang adil dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sikap dalam mempertahankan hakikat nilai-nilai Pancasila adalah sebagai berikut :
1.      Sikap terhadap paham diluar Pancasila : Alinea kedua Pembukaaan UUD 1945 diawali dengan kalimat yang berbunyi “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, den dengan didorongkan oleh keinginan yang luhur…” Hal ini membuktikan bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa ber-Tuhan. Kemerdekaan yang kita capai yaitu atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu bangsa Indonesia sebagai bangsa yang bertaqwa kepada Tuhan. Jika ada yang berusah ingin mengkhianati sila pertama Pancasila ini maka harus kita basmi. Paham komunisme-sosialaisme yang tidak mengakui adanya Tuhan, dilarang hidup dan berkembang di Indonesia. Pemerintah juga melindungi dan menjamin kehidupan berbagai aliran kepercayaan yang dianut oleh bangsa Indonesia, bukan hanya Islam, atau Kristen, atau Hindu-Budha, atau Katolik saja. Dengan demikian jika ada kelompok yang ingin mendirikan Negara Komunis, Negara Islam Indonesia, atau Negara Nasrani Indonesia, dan lain sebagainya, maka harus kita tentang.
2.  Sikap anti terhadap penjajahan : Alenia pertama Pembukaan UUD 1945 dicantum kalimat “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Penjajahan, penindasan seseorang terhadap orang lain, bangsa satu terhadap bangsa yang lain, bertentangan dengan hak asasi manusia. Hak itu yaitu hak hidup bebas merdeka. Oleh karena itu sepanjang perjalanan sejarah bangsa Indonesia, selalu menentang segala bentuk penjajahan dan penindasan. Bangsa Indonesia harus hidup penuh perikemanusiaan dan perikeadilan. Jiwa kebersamaan, tolong menolong, melindungi yang lemah, membantu yang membutuhkan pertolongan, dan lain sebagainya, merupakan pencerminan jiwa perikemanusiaan yang beradab.
3.  Sikap bersatu dan anti adu domba : Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk republic yang terditri dari berbagai suku, berbagai pulau dan berbagai bahsa dalam satu kesatuan Bhineka Tunggal Ika. Keberagaman lingkungan, budaya, sejarah, keturunan, agama, dan suku bangsa dipersatukan menjadi satu bangsa Indonesia, lingkungan Indonesia, budaya Indonesia, adat dan tradisi Indonesia. Segala usaha yang hendak memcah belah bangsa selalu kita tentang, kita perangi. Misalnya politik adu domba, kita perangi dengan sepenuh kemampuan kita. Adanya pemberontakan, merupakan sumber perpecahan bangsa. Oleh karena itu harus basmi sampai ke akar-akarnya.
4.  Sikap demokratis : Demokrasi Indonenesia yaitu demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila berintikan musyawarah. Segala masalah bersama kita pecahkan melalui musyawarah untuk memperoleh mufakat. Jika ada orang yang hendak memaksakan kehendaknya, maka harus kita tolak, jika pemerintah yang hendak menjalankan sistem dikrator, oligarki, aristokrasi, atau demokrasi liberal, maka harus kita tentang. Sebab tidak sesuai dengan ajaran sila keempat Pancasila.
5.      Sikap adil : Makna dari sila kelima yaitu untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Apabila ada pihak atau golongan yang mementingkan dirinya sendiri, keluarganya, atau golongannya, kita harus berantas. Praktik-praktik KKN (Korupsi,Kolusi,Nepotisme) harus kita berantas. Jika sumber-sumber utama ekonomi dikuasai ole segolongan orang tertentu, maka harus kita cegah. Karena sumber utama ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak, harus dikuasai oleh negar, dan diusahakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pengalaman Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat adalah sebagai berikut :
Pengendalian diri sebagai pangkal tolak pengamalan Pancasila : Pancasila memberi keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia, bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai apabila didasarkan atas keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, dalam hubungan manusia dengan masyarakat, dengan manusia dengan alam, dalam hubungan bangsa dengan bangsa lain, dalam hubungan manusia dengan Tuhannnya, mapun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan batiniah.
Adanya keyakinan akan kebenaran Pancasila, berarti manusia ditempatkan pada keluhuran harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, dengan kesadaran untuk mengemban kodratnya sebagai makhluk pribadi dan sekaligus sebagai makhluk hidup.
Berdasarkan dari kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Mahs Esa, yang merupakan makhluk pribadi sekaligus sebagai makhluk sosial, pengamalan Pancasila akan ditentukan oleh kemauan dan kemampuan seseorang dalam pengendalian diri dan kepentingannya agar dapat dilaksananakan kewajibannya sebagai warga masyarakat, bangsa dan negara dengan sebaik-baiknya.
Perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila sebagai warga masyarakat antara lain :
Perilaku sesuai sila pertama :
1.     Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mengakui serta memuliakan-Nya sebagai pencipta alam semesta dan tujuannya, baik dalam hati dengan kata-kata maupun dalam tingkah laku sehari-hari sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
2.   Menghormati kemerdekaan orang atau umat lain untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.
3.      Menghormati agama dan penganutnya, karena setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, kata hati dan agama, kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaanya dengan cara mengajarkannya, melakukannya beribadat dan mematuhi hukumnya, baik secara perorangan maupun bersama-sama dengan orang lain.
4.     Memperjuangkan terciptanya suasana yang baik bgi kehidupan beragama atau kepercayaaan dan melawanhal-hal yang merugikan moral keagamaan orang banyak.
5.   Memperjuangkan terwujudnya hidup keagamaan yang dewasa, bebas dari fanatisme sempit, tahayul, ilmu hitam dan lain-lain.
6.      Memperjuangkan toleransi antara umat beragam dan kepercayaan.
7.      Memperjuangkan adanya kerukunan dan kerja sama anatar umat beragama dan kepercayaan.
8.      Melaksanakan sila-sila lain dan menjalankan tugas sehari-hari sebagai ibadah terhadap Tuhan.
Perilaku sesuai sila kedua :
1.      Mengakui dan memperlakukan setiap orang tanpa membedakan bangsa, keturunan, warna kulit, kelamin, agama, dan kedudukan sebagai sesama manusia dan sebagai makhluk berakal budi, mempunyai martabat dan hak-hak serta kewajiban-kewajiban asasi. Menjunjung tinggi martabat manusia dan menghormati hak-hak asasi sesama manusia dan betindak adil.
2.    Memperlakukan sesama manusia seperti diri sendiri bersikap tenggang rasa, tidak sewenang-wenang dan tidak melanggar hak-hak sesamanya.
3.      Menolak perbudakan, kolonisme, rasionalisme, dan segala bentuk diskriminasi terhadap sesama dan ikut berjuang melawan segala bentuk ketidakadilan.
4.      Menempuh jalur hukum untuk menjamin keadilan dan tidak main hakim sendiri.
5.      Memperjuangkan kepastian hukum, dan menegakkan keadilan.
6.      Memperlakukan bangsa-bangsa sebagai umat manusia dan menghormati hak-hak mereka.
7.   Mendukung gerakan-gerakan pembebasan nasional dan membantu perjuangan kemerdekaan bangsa sesuai dengan kemampuan masing-masing.
8.      Memperjuangkan terciptanya suatu tata sosial baru baik nasional internasional di mana martabat dan hak-hak asasi setiap orang  dihormati agar setiap orang dapat menikmati hak-hak asasinya, secara umum menunaikan kewajiban-kewajinban asasinya dengan baik, mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraan lahir batin.
Perilaku sesuai sila ketiga :
1.      Menjunjung tinggi dan mencintai Indonesia sebagai kesatuan politik, kesatuan sosial dan budaya, kesatuan ekonomi dan kesatuan keamanan mengembangkan sikap patriotisme.
2.      Memiliki kesadaran nasional Indonesia serta mengembangkannya.
3.      Mempertahankan dan memebela kemerdekaan, keutuhan wilayah, keamanan dan kesejahteraan Indonesia.
4.      Memajukan persatuan bangsa dan persatuan sesama warga negara.
5.      Memiliki dan mengembangkan solidaritas terhadap sesama warga negara.
6.   Menjunjung tingi dan mengembangkan kebuadayaan nasional Indonesia termasuk pandangan hidup dan moral bangsa, dasar falsafah dan bahasa Indonesia.
7.      Menghormati hak-hak daerah dan kelompok yang sah sesuai dengan azas Bhineka Tunggal Ika.
8.    Menolak segala bentuk diskriminasi dan penyakit-penyakit sosial seperti korupsi, pemerasan, dan pungutan liar.
9.   Melawan gerakan-gerakan yang mengancam keselamtan negara, dan keutuhan wilayahnya seperti gerakan subversi, separatism dan lain sebagainya.
10. Memperlakukan semua bangsa dan negara sebagai sesama warga, umat manusia dan memeperjuangkan hubungan baik serta kerja sama atas dasar kemerdekaan, persamaan, manfaat bersama, dan saling menghormati demi terwujudnya dunia baik yang lebih baik.
11.  Menolak baik isolasionalisme maupun kosmopokitisme, imperialisme, ekspansionisme wilayah dan kolonialisme yang tidak menghargai nilai-nilai nasional.
12.  Memeperjuangkan terciptanya suatu tata dunia baru yang memungkinkan semua bangsa dan negara menikmati hak-hak nasional mereka dan bekerja sama satu sama lain demi keuntungan bersama.
Perilaku sesuai sila keempat :
1.   Menyadari diri sebagai warga negara, ikut bertanggung jawab atas keselamatan negara serta pelaksaan tugas-tugasnya melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah dara Indonesia dan ikut memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
2.   Menerima dan memperlakukan setiap orang Indonesia sebagai sesama warga negara dengan persamaan hak dan kewajiban.
3.      Menghormati keyakinan dan pendapat sesama meskipun sebanarnya tidak menyetujuinya.
4.  Mengikuti kegiatan dalam kehidupan politik dan pemerintahan negara baik secara langsung maupun tidak langsung bersama-sama warga negara atas dasar persamaan hak dan tanggung jawab terhadap kesejahteraan umum.
5.   Mengikuti pemilihan umum, guna memilih wakil-wakil rakyat (DPR, DPRD< dan DPD), pemilihan pemilihan presiden,pemilihan gubernur, pemilihan bupati/walikota.
6.    Memperjuangkan kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.
7.  Mengutamakan musyawarah dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan bersam serta tulisan.
8.  Mematuhi hukum nasional termasuk UUD 1945 dan peraturan prundangan-undangan yang berlaku.
Perilaku sesuai sila kelima :
1.      Memperhatikan kesejahteraan umum yang menjadi urusan negara dan memberikan sumbangan sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
2.      Mematuhi peraturan-peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh negara sebagai sarana utama khususnya membayar pajak secara jujur sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
3.      Menggunakan hak milik pribadi dan memperhatikan fungsi sosial.
4.   Memperjuangkan agar semua warga negara, terutama yang lemah kedudukannya dapat ikut dalam perkonomian dan mendpaat bagian yang wajar dari pendapatan nasional untuk mewujudkan kesejahteraan pribadi dan keluarganya masing-masing.
5.  Memperjuangkan agar negara membagi beban dan manfaat khususnya pendapatan nasional kepada warganya secara proporsional, sambil membantu mereka yang lemah guna menjaga adanya keadilan.
6.    Memeperjuangkan agar tiap-tiap warga negara dapat menikmati atas pekerjaan dan penghidupan yang layak serta pengajaran sesuai pasal 31 UUD 1945.
7.      Memperjuangkan suatu sistem harga barang-barang dan jasa-jasa yang seimbang dan mencegah terjadinya konsentrasi kekayaan serta kekuatan ekonomi pada suatu kelompok kecil.
8.   Memperjuangkan diadakannya jaminan-jaminan sosial bagi semua lapisan masyarakat sengan memajukan asuransi-asuransi dan pelaksanaan undang-undang.


KESIMPULAN

Dari pemaparan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Pancasila sebagai ideologi terbuka merupakan ideologi yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tanpa pengubahan nilai-nilai dasarnya dan mengandung nilai-nilai dasar Pancasila yang dapat dikembangkan dengan dinamika jehidupan bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai dasar falsafah negara berarti bahwa moral bangsa telah menjadi moral negara yaitu mengikat negara sekaligus mngandung arti telah menjadi sumber tata tertib negara dan sumber tata tertib hukum serta jiwa seluruh kegiatan negara dalm segala aspek kehidupan negara.
Sikap positif terhadap Pancasila sebagai ideologi terbuka antara lain, melaksanakan sila-sila Pancasila secraa utuh dan berkaitan serta pengendalian diri sebagai pangkal tolak pengamalan Pancasila.



DAFTAR PUSTAKA
Alex Lanur, (ed), 1995. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka. Yogyakarta: Kanisius.