Saturday, May 17, 2014

PAGUYUBAN CENGKEH SUDIMORO PACITAN JAWA TIMUR

1.2     Latar Belakang
Kota Pacitan Jawa Timur terkenal dengan penghasilan cengkeh yang cukup besar karena mayoritas penduduk disana mempunyai perkebunan cengkeh dan menjadi penghasilan yang mereka andalkan. Lebih tepatnya didaerah tinggal saya di Kecamatan Sudimoro Pacitan, penjualan dan pembelian cengkeh dilakukan di pasar, mereka harus membawa cengkeh mereka ke pasar dan menempuh perjalanan yang cukup jauh, kendaraan umum juga masih jarang sehingga kebanyakan menempuh perjalanan dengan berjalan kaki. Kalaupun ada kendaraan motor harus bolak balik untuk menjual panenan cengkeh yang cukup banyak.
Sistem rantai penjualan dan pembelian cengkeh dibutuhkan untuk membantu memudahkan dalam penjualan dan pembelian cengkeh. Objek yang akan berperan adalah penjual, pengepul dan pabrik rokok, rumah makan dan toko obat. Dengan adanya sistem penjualan cengkeh tidak akan dimanipulasi harganya dan tidak merugikan penjual awal (petani cengkeh). Dimulai dari penjual/petani cengkeh menjual cengkeh ke pengepul yang diinginkan lalu pengepul mengambil cengkeh kerumah pemilik cengkeh dan melakukan pembayaran setelah itu pabrik rokok dan toko obat membeli cengkeh dari pengepul yang diinginkan lalu mengambil cengkeh dan melakukan pembayaran.

Sistem yang dibuat adalah Paguyuban Cengkeh Online yang akan membantu penjual awal, pengepul, pabrik rokok, rumah makan dan toko obat. (Lia P Yaumin)

Tuesday, May 13, 2014

PELAKSANAAN PUASA ZAKAT, HAJI DAN HIKMAHNYA

BAB I
PENDAHULUAN


1.1.    Latar Belakang
Agama Islam bertugas mendidik dzahir manusia, mensucikan jiwa manusia, dan membebaskan diri manusia dari hawa nafsu. Dengan ibadah yang tulus ikhlas dan aqidah yang murni sesuai kehendak Allah, insya Allah kita akan menjadi orang yang beruntung. Ibadah dalam agama Islam banyak macamnya seperti puasa, zakat, haji dan lain-lain. Puasa adalah menahan diri dari perkara yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat tertentu. Zakat adalah mengeluarkan sebagian harta tertetu kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat. Ibadah haji adalah ibadah yang baik karena tidak hanya menahan hawa nafsu dan menggunakan tenaga dalam mengerjakannya, namun juga semangat dan harta.

1.2     Rumusan Masalah
Dalam mengerjakan puasa, zakat dan haji pasti mengalami berbagai rintangan dan cobaan, Allah menguji kesabaran umatnya sejauh mana  mampu menjalankan perintah-Nya.
Untuk memperdalam pengetahuan akan diberi penjelasan secara singkat mengenai pengertian puasa, zakat, dan haji dan hikmahnya.

1.3     Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memperdalam materi tentang puasa, zakat,haji. Dan memenuhi tugas dari dosen Pendidikan Agama yaitu Bapak Wahidul Kahhar, S.Ag, MA.



                                                                             
BAB II
PEMBAHASAN


2.1.    Pengertian Puasa
Secara bahasa (etimologi) berarti : menahan. Menurut istilah syara’ (terminologi) berarti menahan diri dari perkara yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat tertentu. 

Dasar wajib puasa: 
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ 

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa, (Al-Baqoroh 183) 

Puasa diwajibkan pada bulan Sya’ban tahun kedua hijriyyah.

2.1.1   Syarat Sah Puasa

1. Islam 
2. Berakal 
3. Bersih dari haid dan nifas 
4. Mengetahui waktu diperbolehkan untuk berpuasa. 

Berarti tidak sah puasa orang kafir, orang gila walaupun sebentar, perempuan haid atau nifas dan puasa di waktu yang diharamkan berpuasa, seperti hari raya atau hari tasyriq. 

Adapun perempuan yang terputus haid atau nifasnya sebelum fajar maka puasanya tetap sah dengan syarat telah niat, sekalipun belum mandi sampai pagi. 

2.1.2  Syarat Wajib Puasa

1. Islam 

Puasa tidak wajib bagi orang kafir dalam hukum dunia, namun di akhirat mereka tetap dituntut dan diadzab karena meninggalkan puasa selain diadzab karena kekafirannya. 

Sedangkan orang murtad tetap wajib puasa dan mengqodho’ kewajiban-kewajiban yang ditinggalkannya selama murtad. 

2. Mukallaf (baligh dan berakal). 

Anak yang belum baligh atau orang gila tidak wajib puasa, namun orang tua wajib menyuruh anaknya berpuasa pada usia 7 tahun jika telah mampu dan wajib memukulnya jika meninggalkan puasa pada usia 10 tahun. 

3. Mampu mengerjakan puasa (bukan orang lansia atau orang sakit). 

Lansia yang tidak mampu berpuasa atau orang sakit yang tidak ada harapan untuk sembuh menurut medis wajib mengganti puasanya dengan membayar fidyah yaitu satu mud (7,5 ons) makanan pokok untuk setiap harinya. 

4. Mukim (bukan musafir sejauh ± 82 km dan keluar dari batas daerahnya sebelum fajar). 

2.1.3  Rukun-Rukun Puasa

1. Niat, 

Niat untuk puasa wajib, mulai terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar di setiap harinya. Sedangkan niat untuk puasa sunnah, sampai tergelincirnya matahari (waktu duhur) dengan syarat: 

a. diniatkan sebelum masuk waktu dhuhur 

b. tidak mengerjakan hal-hal yang membatalkan puasa seperti makan, minum dan lain-lain sebelum niat. 

Niat puasa Ramadhan yang sempurna: 
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ اَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَان هذِهِ السَّنَة ِللهِ تَعَالَى 

Saya niat mengerjakan kewajiban puasa bulan Ramadhan esok hari pada tahun ini karena Allah SWT. 

1. Menghindari perkara yang membatalkan puasa. Kecuali jika lupa atau dipaksa atau karena kebodohan yang ditolerir oleh syari’at (jahil ma’dzur). 

Jahil ma’dzur/kebodohan yang ditolerir syariat ada dua: 

a. hidup jauh dari ulama’. 

b. baru masuk islam. 

2.1.4  Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa

1. Masuknya sesuatu ke dalam rongga terbuka yang tembus ke bagian dalam tubuh seperti mulut, hidung, telinga dan lain-lain jika ada unsur kesengajaan, mengetahui keharamannya dan atas kehendak sendiri. Namun jika dalam keadaan lupa, tidak mengetahui keharamannya karena bodoh yang ditolerir atau dipaksa, maka puasanya tetap sah. 
1. Murtad, sekalipun masuk islam seketika. 
2. Haid, nifas dan melahirkan sekalipun sebentar. 
3. Gila meskipun sebentar. 
4. Pingsan dan mabuk sehari penuh. Jika masih ada kesadaran sekalipun sebentar, tetap sah. 
5. Bersetubuh dengan sengaja dan mengetahui keharamannya. 
6. Mengeluarkan mani dengan sengaja, seperti dengan tangan atau dengan menyentuh istrinya tanpa penghalang. 
7. Muntah dengan sengaja. 

Masalah masalah yang berkaitan dengan puasa: 

1. Apabila seseorang berhubungan dengan istrinya pada siang hari Ramadhan dengan sengaja, tanpa terpaksa dan mengetahui keharamannya maka puasanya batal, berdosa, wajib menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sampai maghrib dan wajib mengqodhoi puasa serta wajib membayar kaffaroh <denda> yaitu: 

- membebaskan budak perempuan yang islam 

- jika tidak mampu, wajib berpuasa dua bulan berturut turut, 

- jika tidak mampu maka wajib memberi makanan pada 60 orang miskin masing-masing berupa 1 mud (7,5 ons) dari makanan pokok. Denda ini wajib dikeluarkan hanya bagi laki laki. 

2. Hukum menelan dahak : 

* Jika telah mencapai batas luar tenggorokan, maka haram menelan dan membatalkan puasa. 
* Jika masih di batas dalam tenggorokan, maka boleh dan tidak membatalkan puasa. 

Yang dimaksud batas luar menurut pendapat Imam Nawawi (mu’tamad) adalah makhroj huruf kha’ (ح), dan dibawahnya adalah batas dalam. Sedangkan menurut sebagian ulama’ batas luar adalah makhroj huruf kho’(خ), dan di bawahnya adalah batas dalam. 

3. Menelan ludah tidak membatalkan puasa dengan syarat: 

- Murni (tidak tercampur benda lain) 

- Suci 

- Berasal dari sumbernya yaitu lidah dan mulut, sedangkan menelan ludah yang berada pada bibir luar membatalkan puasa karena sudah di luar mulut. 

4. Hukum masuknya air mandi ke dalam rongga dengan tanpa sengaja: 

- Jika sebab mandi sunnah seperti mandi untuk sholat jum’at atau mandi wajib seperti mandi janabat maka tidak membatalkan puasa kecuali jika sengaja atau menyelam. 

- Jika bukan mandi sunnah atau wajib seperti mandi untuk membersihkan badan maka puasanya batal baik disengaja atau tidak. 

5. Hukum air kumur yang tertelan tanpa sengaja: 

* Jika berkumur untuk kesunnahan seperti dalam wudhu’ tidak membatalkan puasa asalkan tidak terlalu ke dalam (mubalaghoh) 
* Jika berkumur biasa, bukan untuk kesunnahan maka puasanya batal secara mutlak, baik terlalu ke dalam (mubalaghoh) atau tidak. 

6. Orang yang muntah atau mulutnya berdarah wajib berkumur dengan mubalaghoh (membersihkan hingga ke pangkal tenggorokan) agar semua bagian mulutnya suci. 

Apabila ia menelan ludah tanpa mensucikan mulutnya terlebih dahulu maka puasanya batal sekalipun ludahnya nampak bersih. 

7. Orang yang sengaja membatalkan puasanya atau tidak berniat di malam hari, wajib menahan diri di siang hari Ramadhan dari perkara yang membatalkan puasa (seperti orang puasa) sampai maghrib dan setelah Ramadhan wajib mengqodhoi puasanya. 

8. Berbagai konsekuensi bagi orang yang tidak berpuasa atau membatalkan puasa Ramadhan: 

1. Wajib qodho’ dan membayar denda : 

* Jika membatalkan puasa demi orang lain. Seperti perempuan mengandung dan menyusui yang tidak puasa karena kuatir pada kesehatan anaknya saja. 
* Mengakhirkan qodho’ hingga datang Ramadhan lagi tanpa ada udzur. 

2. Wajib qodho’ tanpa denda. 

Berlaku bagi orang yang tidak berniat puasa di malam hari, orang yang membatalkan puasanya dengan selain jima’ (bersetubuh) dan perempuan hamil atau menyusui yang tidak puasa karena kuatir pada kesehatan dirinya saja atau kesehatan dirinya dan anaknya. 

3. Wajib denda tanpa qodho’. 

Berlaku bagi orang lanjut usia dan orang sakit yang tidak punya harapan sembuh, jika keduanya tidak mampu berpuasa. 

4. Tidak wajib qodho’ dan tidak wajib denda. 

Berlaku bagi orang yang gila tanpa disengaja. 

Yang dimaksud denda di sini adalah 1 mud (7,5 ons) makanan pokok daerah setempat untuk setiap harinya. 

Hal-hal yang disunnahkan dalam puasa Ramadhan: 

1. Menyegerakan berbuka puasa. 
2. Sahur, sekalipun dengan seteguk air. 
3. Mengakhirkan sahur, dimulai dari tengah malam. 
4. Berbuka dengan kurma. Disunnahkan dengan bilangan ganjil. Bila tak ada kurma, maka air zam-zam. Bila tak ada, cukup dengan air putih. Bila tak ada, dengan apa saja yang berasa manis alami. Bila tak ada juga, berbuka dengan makanan atau minuman yang diberi pemanis. 

5. Membaca doa berbuka yaitu: 
اَللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلىَ رِزْقِكَ اَفْطَرْتُ ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ اْلعُرُوقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ اِنْ شَاءَ اللهُ .اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي أَعَانَنِي فَصُمْتُ وَرَزَقَنِي فَأَفْطَرْتُ اَللّهُمَّ اِنِّي أَسْأَلُكَ بِرَحْمَتِكَ الَّتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ اَنْ تَغْفِرَ لِي . 

6. Memberi makanan berbuka kepada orang berpuasa. 
7. Mandi janabat sebelum terbitnya fajar bagi orang yang junub di malam hari. 
8. Mandi setiap malam di bulan Ramadhan 
9. Menekuni sholat tarawih dan witir. 
10. Memperbanyak bacaan Al Quran dengan berusaha memahami artinya. 
11. Memperbanyak amalan sunnah dan amal sholeh. 
12. Meninggalkan caci maki. 
13. Berusaha makan dari yang halal 
14. Bersungguh-sungguh di sepuluh hari terakhir, dan lain-lain 

Hal-hal yang dimakruhkan dalam puasa Ramadhan: 
1. Mencicipi makanan. 
2. Bekam <mengeluarkan darah>. 
3. Banyak tidur dan terlalu kenyang. 
4. Mandi dengan menyelam. 
5. Memakai siwak setelah masuk waktu duhur. 

Hal hal yang membatalkan pahala puasa: 
1. Ghibah (gosip) 
2. Adu domba 
3. Berbohong 
4. Memandang dengan syahwat 
5. Sumpah palsu. 
6. Berkata jorok atau jelek 
Rasulullah SAW bersabda : 
خمس يفطّرن الصائم الكذب والغيبة والنميمة واليمين الكاذبة والنظر بشهوة 

“ Lima perkara yang membatalkan (pahala) puasa : berbohong, ghibah, adu domba, sumpah palsu dan melihat dengan syahwat “ (H.R. Anas) 
                                             
2.1.5     Puasa Dalam Al-Qur'an

Allah berfirman dalam Al-Quran:

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibakan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (Yaitu) dalam beberapa hari tertentu. Maka barang siapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Beberapa hari yang di tentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya di turunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang di tinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu, dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaknya kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang di berikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku (Allah) dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a, apabila ia memohon do'a kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS. Al-Baqarah: 183-187)

Dalam ayat tersebut kita dapat melihat dengan jelas bahwa puasa telah diwajibkan kepada umat Islam sebagaimana telah diwajibkan kepada pemeluk ajaran-ajaran terdahulu dan umat-umat sebelum Islam. Ayat-ayat di atas juga menjelaskan hasil yang akan diraih dari pelaksanaan ibadah ini serta hikmah yang terkandung di dalamnya.


2.1.6  Hikmah Puasa
  1.  menahan hawa nafsu
  2. mengurangi syahwat
  3. memberikan pelajaran bagi si kaya untuk merasakan lapar sehingga menumbuhkan rasa kasih sayang kepada fakir miskin
  4. menjaga dari maksiat

2.2     Pengertian Zakat
Kata zakat berasal dari bahasa arab "zakaah" yang artinya menurut bahasa tumbuh atau suci. Pengertian zakat menurut syara' ialah kegiatan mengeluarkan sebagian harta tertetu kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat
"Dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" (QS. An-Nisaa : 77).

"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. At-Taubah : 103).

Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Khattab ra. Berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Islam dibangun atas lima perkara : persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad Rasul Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, melaksanakan ibadah haji, berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhori dan Muslim).

Zakat terbagi menjadi dua macam, yaitu zakat fithrah dan zakat mal.

2.2.1  Zakat Fithrah

Menurut bahasa, zakat fithrah artinya zakat yang dikeluarkan pada hari raya Idul fithri, sedangkan pengertian menurut syari'at Islam adalah zakat yang diwajibkan bagi setiap muslim, laki-laki maupun perempuan, besar maupun kecil, yang memiliki kelebihan bagi keperluan dirinya dan keluarganya di hari raya Idul Fithri.
Dalam sebuah hadits dinyatakan sebagai berikut :
"Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fithrah untuk membersihkan diri orang-orang yang berpuasa dari perbuatan yang tidak berguna dan pada perkataan yang kotor serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin." (HR. Abu Dawud).

2.2.2  Syarat Wajib Zakat Fithrah

Zakat fithrah wajib dilaksanakan bagi orang-orang yang memenuhi syarat-syarat sbb :

  1. Islam.
Orang tersebut ada (hidup) pada waktu terbenam matahari pada malam Idul Fithri. Dengan demikian orang yang meninggal sebelum terbenam matahari pada malam Idul Fithri ia tidak wajib membayar zakat fithrah, demikian juga anak yang lahir sesudah terbenam matahari tidak wajib dibayarkan zakat fithrahnya. Orang yang menikah sesudah terbenam matahari pada malam Idul Fithri juga tidak wajib membayarkan zakat fithrah bagi istrinya.
  1. Orang itu mempunyai kelebihan makan baik untuk dirinya maupun keluarganya pada malam hari raya dan siang harinya. Rasulullah SAW bersabda :
    Ketika Rasulullah SAW mengutus Muadz ke Yaman, beliau bersabda : "Beritahukanlah kepada mereka (penduduk Yaman), sesungguhnya Allah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang yang fakir di hadapan mereka." (HR. Jama'ah ahli hadits).

  2. Adapun harta yang ada pada seseorang pada malam Idul Fithri untuk keperluan sehari-hari seperti meja, kursi, pakaian dan sebagainya tidak perlu dijual untuk membayar zakat fithrah. Orang yang memenuhi syarat untuk membayar zakat fithrah ia wajib membayarnya untuk dirinya dan semua anggota keluarganya yang menjadi tanggungannya.

2.2.3  Waktu Membayar Zakat Fithrah 

Zakat fithrah ini boleh dibayarkan sejak awal bulan Ramadhan secara ta'jil (sengan lebih cepat) sampai dengan hari idul Fithri sebelum shalat. Berikut ini akan dikemukakan beberapa waktu pembayaran zakat fithrah :

  1. Waktu yang diperbolehkan yaitu mulai dari awal bulan Ramadhan sampai penghabisan bulan Ramadhan.
  2. Waktu wajib, yaitu semenjak terbenam matahari pada akhir bulan Ramadhan.
  3. Waktu yang afdhal, yaitu waktu sesudah shalat shubuh dan sebelum shalat Idul Fithri.

Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata : Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fithrah untuk membersihkan orang-orang yang berpuasa dan untuk memberi makan orang-orang miskin. Siapa yang melaksanakannya (mengeluarkan zakat fithrah) sebelum shalat hari raya maka yang demikian itu termasuk zakat yang diterima, dan siapa yang mengeluarkannya sesudah shalat hari raya maka yang demikian itu termasuk sedekah biasa." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).


2.2.4  Mustahiq Zakat Fithrah

Mustahiq zakat fithrah artinya orang-orang yang berhak menerima zakat fithrah. Orang-orang yang berhak menerima zakat fithrah menurut pendapat yang kuat adalah golongan fakir miskin. Hal ini sesuai dengan hadits Rasullullah SAW, yaitu :

"Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fithrah untuk membersihkan diri orang-orang yang berpuasa dari perbuatan yang tidak berguna dan pada perkataan yang kotor serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin." (HR. Abu Dawud).


Cara membayar zakat, baik zakat fithrah maupun zakat harta boleh secara langsung kepada mustahiqnya, atau kalau di suatu tempat itu ada panitia penerimaan dan penyaluran zakat, lebih baik pembayaran zakat itu melalui panitia.

Harta yang dikeluarkan untuk zakat fithrah adalah makanan pokok yang berlalu di negara/daerah di mana wajiba zakat tinggal, bisa berupa beras, gandum, sagu, jagung dan lain-lain. Menurut suatu pendapat, zakat fithrah boleh dibayarkan dengan berupa uang yang telah ditetapkan.

Dari Ibnu Umar ra, ia berkata : Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fithrah pada bulan Ramadhan, sebanyak satu sha' kurma atau gandum atas tiap-tiap orang muslim merdeka atau hamba sahaya, baik laki-laki maupun perempuan." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).


Ukuran jumlah
 yang dibayarkan zakat fithrah sebanyak satu sha' sama dengan 3,5 liter (2,5 kg) beras.


2.2.5  Zakat Harta (Zakat Maal)

Zakat harta ialah kegiatan mengeluarkan sebagian harta kekayaan berupa binatang ternak, hasil tanaman (buah-buahan), emas dan perak, harta perdagangan dan kekayaann lain yang diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat tertentu.

Syarat wajib zakat harta adalah sebagai berikut :

  1. Islam
  2. Baligh
  3. Berakal
  4. Merdeka
  5. Milik sendiri
  6. Mencukupi satu nishab sesuai dengan jenis yang akan dikeluarkan zakatnya.
  7. Telah mencukupi satu haul (satu tahun) kecuali untuk buah-buahan (pertanian), atau harta temuan, tidak harus menunggu satu haun, dan untuk bintang ternak yang wajib dizakati ialah yang digembalakan di padang rumput.

2.2.6  Mustahiq Zakat Maal

Mustahiq zakat harta adalah orang-orang yang berjak menerima zakat harta, terdiri dari delapan ashnaf (golongan). Sebagaimana firman Allah SWT :

"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." 


  1. Orang fakir, yaitu orang yang tidak ada harta untuk keperluan hidup sehari-hari dan tidak mampu untuk bekerja dan berusaha.
  2. Orang miskin, yaitu orang yang penghasilan sehari-harinya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya.
  3. 'Amil, yaitu orang-orang yang bertugas mengumpulkan dan membagi-bagikan zakat kepada orang yang berhak menerimaknya. 'Amil dapap disebut juga panitia.
  4. Muallaf, yaitu orang yang beru masuk Islam dan imannya masih lemah.
  5. Hamba sahaya (budak), yaitu orang yang belum merdeka.
  6. Gharim, yaitu orang yang mempunyai banyak hutang sedangkan ia tidak mampu untuk membayarnya.
  7. Sabilillah, yaitu orang-orang yang berjuang di jalan Allah.
  8. Ibnu Sabil, yaitu orang yang sedang dalam perjalanan (musafir) seperti dalam berdakwah dan menutut ilmu.

2.2.7  Hikmah Zakat 

  1. Sebagai ungkapan syukur dan terimakasih kepada Allah SWT yang telah memberikan bermacam-macam kenikmatan antara lain berupa kekayaan.
  2. Dengan zakat, orang yang tidak mampu akan tertolong sehingga mereka dapat melakukan kewajiban-kewajibanya.
  3. Zakat mengandung pendidikan untuk menjauhkan diri dari sifat kikir dan ssifat-sifat lain yang tercela.
  4. Zakat dapat menciptakan hubungan kasih sayang dan saling mencintai antara orang kaya dan orang miskin dan juga dapat menghilangkan kecemburuan yang mungkin akan menimbulkan kejahatan.

2.3.     Pengertian Ibadah Haji

Kata Haji berasal dari bahasa arab dan mempunyai arti secara bahasa dan istilah.Haji menurut lughah atau arti bahasa (etimologi) yang barasal dari bahasa Arab  yaitu “al-qashdu” atau “menyengaja”. Sedangkan arti haji dilihat dari segi istilah (terminology) berarti bersengaja mendatangi Baitullah (ka’bah) untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan tata cara yang tertentu ,seperti  thawaf, sa’i, wuquf dan ibadah-ibadah lainnya untuk memenuhi perintah Allah SWT dan dilaksanakan pada waktu tertentu pula, menurut syarat-syarat yang ditentukan oleh syara’, semata-mata mencari ridho Allah.
Setiap jama’ah haji bebas untuk memilih jenis ibadah haji yang ingin dilaksanakannya. Berikut adalah jenis dan pengertian haji yang dimaksud:
1.      Haji ifrad, berarti menyendiri. Pelaksanaan ibadah haji disebut ifrad bila seseorang bermaksud menyendirikan, baik menyendirikan haji maupunmenyendirikan umrah. Dalam hal ini, yang didahulukan adalah ibadah haji.Artinya, ketika mengenakan pakaian ihram di miqat-nya, orang tersebutberniat melaksanakan ibadah haji dahulu. Apabila ibadah haji sudah selesai,maka orang tersebut mengenakan ihram kembali untuk melaksanakanumrah.
2.      Haji tamattu’, mempunyai arti bersenang-senang atau bersantai-santaidengan melakukan umrah terlebih dahulu di bulan-bulah haji, lain bertahallul.Kemudian mengenakan pakaian ihram lagi untuk melaksanakan ibadah haji,ditahun yang sama. Tamattu’ dapat juga berarti melaksanakan ibadahdidalam bulan-bulan serta didalam tahun yang sama, tanpa terlebih dahulu pulang ke negeri asal.
3.      Haji qiran, mengandung arti menggabungkan, menyatukan ataumenyekaliguskan. Yang dimaksud disini adalah menyatukan atau menyekaliguskan berihram untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah. Haji qiran dilakukan dengan tetap berpakaian ihram sejak miqat makani danmelaksanakan semua rukun dan wajib haji sampai selesai, meskipunmungkin akan memakan waktu lama. Menurut Abu Hanifah, melaksanakanhaji qiran, berarti melakukan dua thawaf dan dua sa’i.

2.3.1  Hukum Ibadah Haji

Hukum Ibadah Haji asal hukumnya adalah wajib ‘ain bagi yang mampu. Melaksanakan haji wajib, yaitu karena memenuhi rukun Islam dan apabila kita “nazar” yaitu seorang yang bernazar untuk haji, maka wajib melaksanakannya. Kemudian untuk haji sunat, yaitu dikerjakan pada kesempatan selanjutnya, setelah pernah menunaikan haji wajib.
Haji merupakan rukun Islam yang ke lima, diwajibkan kepada setiap muslim yang mampu untuk mengerjakan. jumhur Ulama sepakat bahwa mula-mulanya disyari’atkan ibadah haji tersebut pada tahun ke enam Hijrah, tetapi ada juga yang mengatakan tahun ke sembilan hijrah.
Berikut adalah dalil perintah ibadah Haji dalam Alqur,an dan Hadist. Dalam Alqur’an, Allah berfirman dalam Surat Ali Imran ayat 97, yaitu :
Artinya : “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim. barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia. Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (QS. Ali Imran : 97).
Nabi bersabda di dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh imam Ahmad yang artinya sebagai berikut :
Dari ibnu Abbas, telah berkata Nabi SAW : Hendaklah kamu bersegera mengerjakan haji, maka sesungguhnya seseorang tidak tidak akan menyadari, sesuatu halangan yang akan merintanginya”. (H.R. Ahmad)
Ini bermakna, setiap orang hanya diwajibkan mengerjakan ibadah haji satu kali saja dalam seumur hidupnya, tetapi tidak ada larangan untuk mengerjakan lebih dari satu kali.

2.3.2   Syarat Ibadah Haji         
1.      Islam
2.      Baligh
3.      Berakal
4.      Merdeka
5.      Kuasa (mampu)

2.3.3  Rukun Haji

1.      Ihram;  yaitu disertai dengan niat ibadah haji dengan memakai pakaian ihram.
Pakaian ihram untuk pria terdiri dari dua helai kain putih yang tak terjahit dan tidak bersambung semacam sarung. Dipakai satu helai untuk selendang panjang serta satu helai lainnya untuk kain panjang yang dililitkan sebagai penutup aurat. Sedangkan pakaian ihram untuk kaum wanita adalah berpakaian yang menutup aurat seperti halnya pakaian biasa (pakaian berjahit) dengan muka dan telapak tangan tetap terbuka.
2.      Wukuf di arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah;  yaitu menetap di Arafah, setelah condongnya matahari (kea rah Barat) jatuh pada hari ke-9 bulan dzulhijjah sampai terbit fajar pada hari penyembelihan kurban yakni tanggal 10 dzulhijjah..
3.      Thawaf; yaitu mengelilingi ka’bah sebayak tujuh kali, dimulai dari tempat hajar aswad (batu hitam) tepat pada garis lantai yang berwarna coklat, dengan posisi ka’bah berada di sebelah kiri dirinya (kebalikan arah jarum jam).
Macam-macam Thawaf:
Ø  Thawaf Qudum yakni thawaf yang dilaksanakan saat baru tiba di Masjidil Haram dari negerinya.
Ø  Thawaf Tamattu’ yakni thawaf yang dikerjakan untuk mencari keutamaan (thawaf sunnah)
Ø  Thawaf Wada’ yakni thawaf yang dilaksanakan ketika akan meninggalkan Makkah menuju tempat tinggalnya.
4.      Sa’i ; yaitu lari-lari kecil antara shafa dan marwah 7 (tujuh) kali yang jaraknya sekitar 400 meter.
5.      Tahallul; yaitu menghalalkan pada dirinya apa yang sebelumnya diharamkan bagi dirinya karena sedang ihram. Tahallul ditandai dengan memotong rambut kepala beberapa helai atau mencukurnya sampai habis (lebih afdol)
6.      Tertib;  yaitu berurutan.

2.3.4  Wajib Dan Sunah Haji

Wajib Haji adalah sesuatu yang perlu dikerjakan, tapi sahnya haji tidak tergantung atasnya, karena boleh diganti dengan dam (denda) yaitu menyembelih binatang. Berikut kewajiban haji yang mesti dikerjakan :
1.      Ihram dari Miqat, yaitu memakai pakaian Ihram (tidak berjahit), dimulai dari tempat-tempat yang sudah ditentukan, terus menerus sampai selesainya ibadah haji.
2.      Bermalam di Muzdalifah sesudah wukuf, pada malam tanggal 10 Dzulhijjah.
3.      Bermalam di Mina selama2 atau 3 malam pada hari tasyriq (tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah).
4.      Melempar jumrah ‘aqabah tujuh kali dengan batu pada tanggal 10 Dzulhijjah dilakukan setelah lewat tengah malam 9 Dzulhijjah dan setelah wukuf.
5.      Melempar jumrah ketiga-tiganya, yaitu jumrah Ula, Wustha dan ‘Aqabah pada tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah dan melemparkannya tujuh kali tiap-tiap jumrah.
6.      Meninggalkan segala sesuatu yang diharamkan karena ihram.
Berikut adalah sunah yang dilakukan dalam ibadah haji:
1.      Ifrad, yaitu mendahulukan urusan haji terlebih dahulu baru mengerjakan atas ‘umrah.
2.      Membaca Talbiyah yaitu :“Labbaika Allahumma Labbaik Laa Syarikalaka Labbaika Innalhamda Wanni’mata Laka Walmulka Laa Syarika Laka”.
3.      Tawaf Qudum, yatiu tawaaf yuang dilakukan ketika permulaan datang di tanah ihram, dikerjakan sebelum wukuf di ‘Arafah.
4.      Shalat sunat ihram 2 raka’at sesudah selesai wukuf, utamanya dikerjakan dibelakang makam nabi Ibrahim.
5.      bermalam di Mina pada tanggal 10 Dzulhijjah
6.      thawaf wada’, yakni tawaf yang dikerjakan setelah selesai ibadah haji untuk memberi selamat tinggal bagi mereka yang keluar Mekkah.
7.      berpakaian ihram dan serba putih.
8.      berhenti di Mesjid Haram pada tanggal 10 Dzulhijjah.

2.3.5  Hal-Hal yang Membatalkan Haji
Diadaptasi dari ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma’ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 503 — 504.Ibadah haji bisa batal disebabkan oleh salah satu dari kedua hal berikut:
1.      Jima’, senggama, bila dilakukan sebelum melontar jamrah ’aqabah.
Adapun jima’ yang dilakukan pasca melontar jamrah ’aqabah dan sebelum thawaf ifadhah, maka tidak dapat membatalkan ibadah haji, sekalipun yang bersangkutan berdosa. Namun sebagian di antara mereka berpandapat bahwa ibadah haji tidak bisa dianggap batal karena melakukan jima’, sebab belum didapati dalil yang menegaskan kesimpulan ini.
2.      Meninggalkan salah satu rukun haji. Manakala ibadah haji kita batal disebabkan oleh salah satu dari dua sebab ini, maka pada tahun berikutnya masih diwajibkan menunaikan ibadah haji, bila mampu.



2.3.6  Hikmah Ibadah Haji
1.      Mengikhlaskan Seluruh Ibadah

Beribadah semata-mata untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menghadapkan hati kepada-Nya dengan keyakinan bahwa tidak ada yang diibadahi dengan haq, kecuali Dia dan bahwa Dia adalah satu-satunya pemilik nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang mulia. Tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada yang menyerupai-Nya dan tidak ada tandingan-Nya. Dan hal ini telah diisyaratkan dalam firman-Nya.
Artinya : “Dan ingatlah ketika Kami menempatkan tempat Baitullah untuk Ibrahim dengan menyatakan ; “Janganlah engkau menyekutukan Aku dengan apapun dan sucikan rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, beribadah, ruku dan sujud” (Al-Hajj : 26)
2.      Mendapat Ampunan Dosa-Dosa Dan Balasan Jannah

“Dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Satu umrah sampai umrah yang lain adalah sebagai penghapus dosa antara keduanya dan tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali jannah” (HR Bukhari dan Muslim, Bahjatun Nanzhirin no. 1275).
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa barang siapa berhaji ke Baitullah ini karena Allah, tidak melakukan rafats dan fusuuq, niscaya ia kembali seperti hari ia dilahirkan oleh ibunya” (HR Bukhari).
3.      Menyambut Seruan Nabi Ibrahima Alaihissalam

“Dan serulah manusia untuk berhaji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh” (Al-Hajj : 27) .
Nabi Ibrahim Alaihissalam telah menyerukan (agar berhaji) kepada manusia. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan siapa saja yang Dia kehendaki (untuk bisa) mendengar seruan Nabi Ibrahim Alaihissalam tersebut dan menyambutnya. Hal itu berlangsung semenjak zaman Nabi Ibrahim hingga sekarang.
4.      Menyaksikan Berbagai Manfaat Bagi Kaum Muslimin

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Agar supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka” (Al-Hajj : 28) Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan manfaat-manfaat dengan muthlaq (secara umum tanpa ikatan) dan mubham (tanpa penjelasan) karena banyaknya dan besarnya menafaat-manfaat yang segera terjadi dan nanti akan terjadi baik duniawi maupun ukhrawi.
5.      Saling Mengenal Dan Saling Menasehati

Dan diantara hikmah haji adalah bahwa kaum muslimin bisa saling mengenal dan saling berwasiat dan menasehati dengan al-haq. Mereka datang dari segala penjuru, dari barat, timur, selatan dan utara Makkah, berkumpul di rumah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tua, di Arafah, di Muzdalifah, di Mina dan di Makkah. Mereka saling mengenal, saling menasehati, sebagian mengajari yang lain, membimbing, menolong, membantu untuk maslahat-maslahat dunia akhirat, maslahat taklim tata cara haji, shalat, zakat, maslahat bimbingan, pengarahan dan dakwah ke jala Allah.
6.      Mempelajari Agama Allah Subhanahu wa Ta’ala

Dan diantara manfaat haji yang besar adalah bahwa mereka bisa mempelajari agama Allah dilingkungan rumah Allah yang tua, dan di lingkungann masjid Nabawi dari para ulama dan pembimbing serta memberi peringatan tentang apa yang mereka tidak ketahui mengenai hukum-hukum agama, haji, umrah dan lainnya. Sehingga mereka bisa menunaikan kewajiban mereka dengan ilmu. Artinya : Nabi Shallallahu ‘alaihi bersabda : “Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala memperoleh kebaikan, niscaya Dia menjadikan faqih terhadap agama” (HR Bukhari, Kitab Al-Ilmi 3 bab : 14). Mundur dari menuntut ilmu, itu bukanlah sifat malu, tetapi suatu kelemahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman. Artinya : Dan Allah tidak malu dari kebenaran”. (Al-Ahzab : 53) Karenanya seorang mukmin dan mukminah yang berpandangan luas, tidak akan malu dalam bab ini ; bahkan ia maju, bertanya, menyelidiki dan menampakkan kemusykilan yang ia miliki, sehingga hilanglah kemusykilan tersebut.
7.      Menyebarkan Ilmu

Di antara manfaat haji adalah menyebarkan ilmu kepada saudara-saudaranya yang melaksanakan ibadah haji dan teman-temannya seperjalanan, yang di mobil, di pesawat terbang, di tenda, di Mekkah dan di segala tempat. Ini adalah kesempatan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala anugerahkan. Engkau bisa menyebarkan ilmu-mu dan menjelaskan apa yang engkau miliki, akan tetapi haruslah dengan apa yang engkau ketahui berdasarkan Al-Kitab dan As-Sunnah dan istimbath ahli ilmu dari keduanya. Bukan dari kebodohan dan pemikiran-pemikiran yang menyimpang dari Al-Kitab dan As-Sunnah.
8.      Memperbanyak Ketaatan

Di antara manfaat haji adalah memperbanyak shalat dan thawaf, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. Artinya : “Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka ; hendaklah mereka menyempurnakan nadzar-nadzar mereka dan hendaklah mereka berthawaf sekeliling rumah yang tua itu (Ka’bah)” [Al-Hajj : 29]
9.      Menunaikan Nadzar

Walaupun nadzar itu sebaiknya tidak dilakukan, akan tetapi seandainya seseorang telah bernadzar untuk melakukan ketaatan, maka wajib baginya untuk memenuhinya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
Artinya : “Barangsiapa bernadzar untuk mentaati Allah, maka hendaklah dia mentaati-Nya” (HR Bukhari) Maka apabila seseorang bernadzar di tanah haram ini berupa shalat, thawaf ataupun ibadah lainnya, maka wajib baginya untuk menunaikannya di tanah haram ini.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: Artinya : “Dan hendaklah mereka menunaikan nadzar” (Al-Hajj : 29)
10.  Menolong Dan Berbuat Baik Kepada Orang Miskin

Di antara manfaat haji adalah bisa menolong dan berbuat baik kepada orang miskin baik yang sedang menjalankan haji atau tidak di negeri yang aman ini.
Firman Allah swt.
Artinya : “….agar mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka” (Al-Hajj : 28)
11.  Memperbanyak Dzikir Kepada Allah

Di negeri yang aman ini hendaklah memperbanyak dzikir kepada Allah, baik dalam keadaan berdiri, duduk dan bebaring, dengan tasbih (ucapan Subhanallah), hamdalah (ucapan Alhamdulillah), tahlil (ucapan Laa ilaaha ilallah), takbir (ucapan Allahu Akbar) dan hauqallah (ucapan Laa haula wa laa quwata illa billah). Artinya : “Dari Abu Musa Al-As’ari Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Perumpamaan orang yang mengingat Rabb-nya dan yang tidak mengingat-Nya adalah sebagai orang hidup dan yang mati”. (HR Bukhari, Bahjatun Nadzirin no. 1434)
12.  Berdo’a Kepada-Nya

Di antara manfaat haji, hendaknya bersungguh-sungguh merendahkan diri dan terus menerus berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, agar Dia menerima amal, membereskan hati dan perbuatan ; agar Dia menolong untuk mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya dan memperbagus ibadah kepada-Nya ; agar Dia menolong untuk menunaikan kewajiban dengan sifat yang Dia ridhai serta agar Dia menolong untuk berbuat baik kepada hamba-hamba-Nya.
13.  Menunaikan Manasik Dengan Sebaik-Baiknya

Di antara manfaat haji, hendaknya melaksanakannya dengan sesempurna mungkin, dengan sebaik-baiknya dan seikhlas mungkin baik sewaktu melakukan thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, berada di Muzdalifah, melempar jumrah, maupun sewaktu shalat, qira’atul qur’an, berdzikir, berdo’a dan lainnya. Juga hendaknya mengupayakannya dengan kosentrasi dan ikhlas.
14.  Menyembelih Kurban

Di antara manfaat haji adalah menyembelih (binatang) kurban, baik yang wajib tatkala berihram tammatu dan qiran, maupun tidak wajib yaitu untuk taqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sewaktu haji wada’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berkurban 100 ekor binatang. Para sahabat juga menyembelih kurban. Kurban itu adalah suatu ibadah, karena daging kurban dibagikan kepada orang-orang miskin dan yang membutuhkan di hari-hari Mina dan lainnya.

Demikianlah sebagian hikmah dari ibadah haji (rukun Islam yang ke lima) mudah-mudahan kita bisa mengambil manfaatnya, dan senantiasa diberi petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta’ala serta diberi kemudahan untuk menunaikannya. Amin



BAB III
PENUTUP

3.1.    KESIMPULAN

Dari pemaparan diatsa dapat diambil kesimpulan bahwa Puasa, Zakat dan Haji adalah hal yang penting dalam agama Islam. Puasa berarti menahan diri dari perkara yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat tertentu.  Zakat berarti mengeluarkan sebagian harta tertetu kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat. Dan Haji berarti bersengaja mendatangi Baitullah (ka’bah) untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan tata cara yang tertentu dan dilaksanakan pada waktu tertentu pula, menurut syarat-syarat yang ditentukan oleh syara’, semata-mata mencari ridho Allah.
Ketaatan dan mengharap ridho dari Allah SWT itulah tujuan utama dalam melakukan ibadah puasa,zakat dan haji. Disamping itu juga untuk menunjukkan kebesaran Allah SWT. (Lia P Yaumin)